JAKARTA (RIAUMANDIRI.co) - Kebijakan Polri menetapkan Ahok sebagai tersangka kasus penistaan agama, diapresiasi banyak kalangan umat muslim di Tanah Air. Mereka juga sepakat mengimbau kepada umat muslim di Tanah Air, untuk tidak lagi menggelar aksi damai serupa, pada 25 November mendatang.
Imbauan itu, salah satunya datang dari Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), Jimly Asshiddiqie. Ia mengingatkan agar semua pihak mengamankan keadaan pascapenetapan Ahok sebagai tersangka.
Dia meminta tak ada lagi aksi pengerahan massa lanjutan, khususnya rencana demo 25 November sebagai lanjutan demo 4 November dan safari kebhinekaan pada 19 November.
Hal itu diingatkan Jimly mengingat ketegangan akibat perdebatan kasus Ahok yang mencapai puncaknya saat aksi besar-besaran 4 November. Menurutnya, kasus bom gereja di Samarinda yang menelan korban jiwa anak berusia 2 tahun merupakan dampak dari ketegangan ini.
“Ke depan, kita harus mengamankan keadaan, misalnya siapa saja yang punya niat untuk demo lagi pada 25 November dan safari kebhinekaan 19 November, supaya diurungkan. Supaya tidak terjadi seperti di samarinda, ini dampak buruk dari ketegangan ini,” ujarnya, Rabu (16/11) di Yogyakarta.
Menurutnya, kedua rencana aksi ini akan melibatkan dua kelompok yang saling bertentangan sehingga dikhawatirkan akan memunculkan adu domba. Yang penting saat ini adalah semua pihak menghormati proses hukum dan fokus menyukseskan pilkada.
Hal senada juga disampaikan Ketua Umum PBNU, Said Aqil Siradj. "Saya menghimbau kepada masyarakat engga usah demo untuk tanggal 25 (November). Demo itu kan menghabiskan dana dan energi kita," ujarnya.
Said khawatir apabila kembali melakukan unjukrasa besar-besaran akan ada oknum yang menungginya dengan agenda politik tertentu. "Saya belum melihat itu ya. Tapi yang kita khawatirkan ada politik yang menunggangi," kata Said.
Ia melihat status tersangka Ahok tersebut sebagai bentuk kinerja kepolisian yang meihat kasus tersebut dengan objektif. "Saya percaya ke Bareskrim Polri telah melakukan penyelidikan yang objektif,"ujar Said.
Sama saja, Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin, meminta umat Islam tidak menggelar aksi unjuk rasa lanjutan terkait proses hukum Ahok tersebut. "Sementara enggak usah (unjuk rasa) lah. Energinya umat yang besar disimpanlah," ujar Din.
Saat ini, kata Din, yang sebaiknya dilakukan adalah mengawal proses hukum kasus tersebut. "Kita kawal, kita beri kepercayaan kepada penegak hukum, kepada pemerintah," ujar Din.
Jika dalam proses selanjutnya umat Islam menemukan ada ketidakadilan dan ketidaktransparanan, maka bisa diambil langkah selanjutnya untuk kembali menyuarakan tuntutan.
Bukan Kasus Ahok Imbauan serupa juga dilontarkan Kapolri Jenderal Tito Karnavian. "Karena ini sudah masuk ranah hukum, saya minta semua pihak konsisten. Kalau isunya memang masalah dugaan penistaan agama, maka gampang saja kita ikuti proses hukumnya," ujarnya.
Setelah ditetapkan tersangka, penyelidik tengah berusaha secepatnya merampungkan berkas perkara Ahok untuk dilimpahkan ke kejaksaan. Dengan demikian, kasus ini bisa segera disidangkan. Nantinya, masyarakat bisa menyaksikan secara langsung proses persidangan.
Untuk itu, Tito menilai masyarakat tidak perlu lagi turun ke jalan dan melakukan aksi unjuk rasa besar-besaran seperti pada 4 November 2016.
"Jadi, kalau ada yang mau turun ke jalan lagi, untuk apa? Jawabannya gampang, kalau ada yang ngajak turun ke jalan lagi, apalagi membuat keresahan dan keributan, cuma satu saja jawabannya, agendanya bukan masalah Ahok. Agendanya adalah inkonstitusional dan kita harus melawan itu karena negara ada langkah-langkah inkonstitusional," tutur Tito.
Namun, saat ditanya lebih jauh soal agenda inkonstitusional yang dimaksudnya ini, Tito mengatakan bahwa publik bisa menilainya sendiri.
"Tembakannya bukan ke Pak Ahok. Demonya ini kalian lihat sendiri. Kalau itu terjadi, masyarakat bisa menilai sendiri karena masyarakat kita sekarang sudah pada pintar dan masyarakat yang tidak mudah dipengaruhi," ujar dia. (bbs, kom, dtc, ral, sis)