Medan (HR)- Harga karet di Sumatera Utara masih bertahan rendah, meski produksi semakin ketat akibat tanaman komoditas itu mulai memasuki gugur daun.
"Harga karet ekspor untuk pengapalan Maret di tanggal 13 Februari masih 1,432 dolar AS per kg sehingga di pabrikan berkisar Rp15.398-Rp16.398 per kg," kata Sekretaris Eksekutif Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Sumut, Edy Irwansyah di Medan, Selasa (17/2).
Dia menyebutkan, akibat kemarau, musim gugur daun di tanaman karet sudah mulai memasuki wilayah Sumut.
Untuk klon-klon tanaman tertentu seperti Klon RRIM 921, misalnya telah mengalami gugur lebih dari 20 persen.
Untuk klon itu, gugur daun terjadi hampir merata dan bersamaan di sekitaran daerah Serdang Bedagai, Deliserdang hingga ke Labuhan Batu.
Kalau situasi normal, katanya, kondisi itu seyogianya akan membuat harga karet mengalami lonjakan besar.
"Musim gugur daun yang membuat pasokan ketat biasanya akan mendongkrak harga. Tapi nyatanya tahun ini tidak," katanya.
Akibat situasi itu, dimana harga jual bertahan rendah, petani dan pengusaha semakin merugi besar.
Apalagi, ujar Edy, normalnya kebun karet akan mengalami gugur daun hingga 1,5 bulan.
"Di Sumut, secara umum, puncak terjadinya penurunan produksi berlangsung hingga bulan April dan baru normal kembali pada Juni," katanya.
Produksi karet di Sumut juga semakin ketat, karena sebelumnya petani tidak merawat tanamannya dan bahkan menyadapnya (mengambil getah) akibat harga jual yang dinilai warga tidak menguntungkan.
Petani karet, K Siregar, mengakui keengganan menyadap getah pohon karetnya karena harga jual yang tidak menjanjikan.
"Harga Rp5.000 per kg aja, udah malas nyadap, apalagi hanya Rp3.000 per kg seperti saat ini," katanya.
Petani, ujar Siregar, sudah pasrah dengan harga yang murah itu karena tidak tahu mau berbuat apa lagi.
"Mau protespun tak tau sama siapa. Yah dibiarin aja dan memilih cari kerjaan lain meski hidup terasa semakin susah," katanya. (ant/ivi)