JAKARTA (RIAUMANDIRI.co) -Politisi Partai Golkar Fadel Muhammad menjadi korban politik Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Karena dirinya dipecat Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto (Setnov) sebagai Wakil Ketua Dewan Pembina partai tersebut.
Fadel mengaku, dirinya dipecat Setnov dikarenakan permintaannya agar Partai Golkar mengevaluasi dukungan kepada Ahok sebagai calon Gubernur DKI Jakarta karena kasus dugaan penistaan agama.
"Ia saya dipecat oleh Pak Novanto dan Roemkono. Karena dulu saya minta supaya Golkar menarik dukungan dari Ahok karena kasus (Surah) Al-Maidah," kata Fadel, ketika dihubungi wartawan, Jumat (11/11).
Kata Fadel, ada sembilan kader Golkar yang dipecat Setnov. "Ada sembilan orang yang dipecat dan banyak juga yang berhenti dari Golkar, Gubernur Sulsel dan Gubernur Kaltim," terangnya.
Menurutnya, surat pemecatan itu belum dia diterima, namun surat tersebut telah diterbitkan di DPP Partai Golkar. "Saya lagi di Gorontalo, katanya suratnya sudah ada di Jakarta," jelasnya.
Golkar Tak Diuntungkan
Sementara itu, kader muda Partai Golkar, Ahmad Doli Kurnia mengatakan, Golkar tidak mendapatkan keuntungan apapun dalam mendukung Ahok sebagai calon Gubernur DKI Jakarta.
Partai Golkar menurutnya, justru sangat dirugikan karena anggapan masyarakat yang berkembang bahwa Partai Golkar kini mengamini penistaan agama yang dilakukan oleh Ahok.
“Sudah tidak untung sejak awal mengusungya, kini kami pun harus rugi besar karena anggapan masyarakat bahwa semua partai yang mendukung Ahok termasuk Partai Golkar adalah partai yang mendukung dan mengamini seorang penista agama. Jelas ini sangat merugikan kami dan makanya banyak kader yang menolak dan menghimbau agar pencalonan Ahok dievaluasi,” ujar Ahmad Doli Kurnia di Jakarta, Jumat (11/11).
Dirinya mengaku sejak awal sudah mempertanyakan mengenai pencalonan Ahok karena dari segi prosedur, ada beberapa proses yang dilangkahi. ”Dukungan pada Ahok terlalu cepat diputuskan karena itu terjadi 2-3 hari setelah Novanto terpilih menjadi ketua umum. Dia ketemu Ahok difasilitasi oleh Fayakun langsung dia nyatakan Ahok berkinerja baik dan pantas didukung,” tambahnya.
Itulah menurutnya proses awal pemberian dukunga Golkar pada Ahok yang tidak dilakukan melalui rapat. ”Semua diputuskan buru-buru, ada apa? Ada deal apa dan kompensasi apa? sehingga Golkar mau mendukung Ahok lagi, meski Ahok sendiri sejak awal seperti tidak menginginkan didukung Golkar dan malah ingin maju lewat jalur Independen,” tegasnya.
Sikap Ahok yang tidak peduli pada dukungan Golkar pun menjadi-jadi setelah PDIP juga menyatakan memberikan dukungan pada Ahok. ”PDIP lah kemudian seolah yang menjadi partai pengusung. Nusron yang kader Golkar terlepas dari isu rangkap jabatan tadinya adalah ketua tim sukses Ahok, begitu PDIP masuk langsung diganti oleh kader PDIP. Harusnya kalau memang menghargai Golkar, pengganti Nusron yah orang Golkar juga. Jadi kita tidak dapat benefit sama sekali,” imbuhnya.
Apalagi dengan perilakunya dan sikap Ahok, yang arogan dan kasar membuat citra Partai Golkar pun ikut hancur. Tidak ada satupun sikap Ahok yang selaras dengan nilai yang ada di Partai Golkar. Partai Golkar pun seperti dihabiskan darahnya oleh seorang Ahok karena terlalu banyak kerugian yang ditimbulkan.
“Puncaknya ketika dia menistakan Al Quran. Semua yang ada di Ahok itu bertentangan dengan nilai-nilai dan doktrin yang ada di Partai Golkar seperti Ikrar Panca Bakti Partai Golkar. Dukungan pada Ahok juga melanggar AD/ART Partai Golkar,” ujarnya.(sam)
Selengkapnya di Koran Haluan Riau edisi 12 November 2016
Editor: Nandra F Piliang