JAKARTA (RIAUMANDIRI.co) - Terdakwa kasus suap proyek ijon infrastruktur di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Budi Supriyanto, merasa KPK diskriminatif dalam mengajukan tuntutan hukuman pidana terhadap dirinya.
Budi menilai tuntutan pidana penjara selama 9 tahun terlalu berat dibandingkan tuntutan 6 tahun penjara terhadap Damayanti Wisnu Putranti. "Dengan demikian pemberantasan korupsi tidak boleh dilakukan dengan cara-cara yang melanggar aturan terlebih melampaui batas keadilan," kata kuasa hukum Budi, Iwan Gunawan, Selasa (8/11).
Iwan menyebutkan, Budi tidak keberatan dengan status Juctice Collaborator (JC) yang diterima Damayanti Wisnu Putranti dan Abdul Khoir. Selain itu, Iwan merasa kecewa karena KPK tidak menerima laporan gratifikasi yang dilaporkan Budi.
"JC tidak meringankan tuntutan maupun putusan melainkan hanya untuk mendapatkan hak-hak sebagai narapidana seperti remisi, asimilasi dan pembebasan bersyarat, sedangkan pelaporan gratifikasi yang dilakukan klien kami dibenarkan secara hukum dan dapat membebaskan penerima gratifikasi," ujarnya.
Selain itu, kuasa hukum Budi yang lain, Melisa menyebut seharusnya KPK menerapkan Pasal 12 B dan 12 C UU Tipikor. Menurutnya, apabila Pasal 12 huruf a yang diterapkan maka akan ada ketidakpastian hukum.
"Jika majelis hakim sependapat dengan Tuntutan Jaksa KPK terkait dengan penerapan Pasal 12 huruf a UU Tipikor, maka seluruh Pimpinan dan anggota Komisi V DPR RI tinggal menunggu antrean untuk masuk gedung KPK dengan wajah pucat pasi karena menyandang status tersangka," ujarnya. (dtc/sis)