JAKARTA (RIAUMANDIRI.co) - Harapan kaum muslim bisa menyampaikan aspirasi langsung kepada Presiden Joko Widodo, saat aksi damai Bela Islam Jilid II kemarin, akhirnya tak terwujud.
Pasalnya, saat demo berlangsung, Jokowi meninjau fasilitas bengkel pesawat milik PT Garuda Indonesia (Garuda Maintenance Facility) yang berada di Bandara Soekarno-Hatta (Soetta) Tangerang, Jumat. Dalam kunjungannya ke GMF, Presiden didampingi Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi,
Saat Menteri BUMN Rini Soemarno dan Dirut PT Garuda Arif Wibowo. Terkait hal itu, Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi, Johan Budi Saptopribowo, membenarkan Jokowi telah meninggalkan Kompleks Istana Negara sebelum Salat Jumat.
"Presiden melakukan kunjungan ke Bandara Soekarno-Hatta dalam rangka meninjau perkembangan pembangunan infrastruktur transportasi, terutama progres pembangunan kereta bandara," ujar Johan.
Kepergian Presiden ke bandara berbeda dengan pernyataan Presiden, Kamis kemarin. Dalam sesi wawancara di beranda Istana Merdeka, Jokowi mengaku tetap berada di Jakarta sepanjang Jumat ini.
Sementara itu, Presiden Jokowi saat mengunjungi GMF mengatakan, fasilitas tersebut telah memberikan pemasukan sebesar Rp5 triliun, sejak Oktober 2015 lalu. GMF juga menyerap tenaga kerja dari dalam negeri yang cukup besar. "(Pekerja di GMF) Hampir semua anak SMK yang semuanya dari dalam negeri," kata Presiden.
Jokowi juga mengungkapkan, Menteri BUMN dan Dirut Garuda minta ijin industri ini dikembangkan tidak hanya di Jakarta, tetapi juga di daerah lain, yakni di Batam (Kepulauan Riau) dan Biak (Papua Barat). "Itu tadi (Menteri BUMN dan Dirut Garuda) yang meminta izin kembangkan ke sana. Saya kira kalau kalkulasi, hitung-hitungannya bisa, kenapa tidak," katanya.
Presiden mengatakan keberadaan GMF ini bisa menaikkan level Indonesia karena industri ini memiliki rangking ke-17 di tingkat dunia. "Di sini bisa dikerjakan perawatan pesawat, pengecatan, (perbaikan dan penggantian) komponen, semuanya bisa. Dan yang dikerjain bukan hanya Garuda saja, hampir semua Airlines ada semuanya, yang asing juga ada di sini," jelasnya.
Disayangkan Tak ayal, ketidakhadiran Jokowi dalam menyambut kedatangan umat Islam Indonesia tersebut, disayangkan banyak pihak.
Salah satunya, dilontarkan Ketua PP Muhammadiyah, Prof Yunahar Ilyas.
“Saya tidak tahu apa pertimbangan presiden tidak mau menerima perwakilan demo damai. Alangkah eloknya kalau tadi presiden bisa menerima beberapa orang perwakilan dari massa, mendengar langsung tuntutan rakyat sendiri,” ujarnya.
“Untung ada Wapres yang bersedia menerima, walaupun tidak semua pendemo puas,” kata Yunahar. Komentar senada juga datang dari Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, yang juga ikut dalam aksi damai tersebut. "Presiden mengabaikan demo terbesar dalam sejarah Indonesia. Enggak pernah ada demo sebesar itu," ujarnya.
Akibat Jokowi tidak ada di Istana, salah satu tuntutan demonstran untuk bertemu Presiden tidak terpenuhi. Perwakilan demonstran akhirnya diterima oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla. Fahri menilai sikap Jokowi ini sangat fatal. Ia menilai Jokowi telah mengabaikan suara sekitar sejuta rakyat yang datang ke Istana dari berbagai daerah.
"Dari istana ke Istiqlal aja nyambung itu 1 juta orang. Masa datang dari seluruh pelosok negeri masa enggak dianggap? Kayak enggak punya leadership. Kayak enggak punya perasaan sebagai pemimpin," tambahnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Pusat Studi Sosial dan Politik (Puspol) Indonesia, Ubedilah Badrun, juga mengkritik sikap Jokowi tersebut. Menurutnya, sikap itu kontras dengan antusiasme Jokowi saat ngajak rakyat untuk berdendang di Istana pada hari sumpah pemuda 28 Oktober lalu.
Ubedilah mencermati, menjauhnya Jokowi dari demonstrasi menunjukan gagalnya Jokowi memahami masalah rakyat. Bahwa, demonstrasi besar pada Jumat kemarin sesungguhnya ekspresi dari akumulasi berbagai persoalan Jakarta sekaligus warning untuk penguasa.
Selain melecehkan demonstrasi, hal ini menunjukan ketakutan Jokowi berdialog dengan para pemimpin demontrasi. Menariknya, kata dia, Jokowi ke proyek kereta bandara Soekarno-Hatta memperkuat munculnya tafsir bahwa jika terjadi sesuatu di istana, Jokowi dengan mudah meninggalkan Jakarta.
"Yang lebih berbahaya adalah membuka peluang tafsir bahwa Jokowi mengabaikan keresahan umat Islam dan mulai menunjukan kesombonganya," katanya. (bbs, dtc, kom, rol, ral, sis)