KEDIRI (RIAUMANDIRI.co) - Enam remaja asyik di depan laptop. Tangan mereka sangat cekatan memandu layar saat menggendalikan sosok animasi yang tak lelah melempar bom. Tawa mereka langsung pecah sesaat setelah berhasil melumpuhkan lawan untuk mencapai level selanjutnya.
Para remaja ini bukanlah penggemar game biasa. Mereka adalah pencipta game animasi yang cukup popular, yakni Bomb Raider. Sebuah game berbasis android yang bisa dimainkan dari berbagai merek gadget dan memiliki penggemar fanatik.
“Game ini sudah terkenal sejak beberapa tahun lalu,” kata Haris, programmer dari TAHOE Studio yang mencipatkan game itu, Rabu 2 November 2016.
Dia mengakui jika Bomb Raider bukanlah ide orinisil dalam penciptaan alur permainannya. Game ini diadopsi dari permainan lawas yang akrab di kalangan anak-anak era 1990-an bernama Bomberman. Game ini sangat popular dan mudah dimainkan segala usia hingga memicu para programmer seperti komunitas TAHOE Studio di Kediri untuk menciptakan turunannya.
Game Bomb Raider ini pula yang sukses membawa enam remaja Haris, Andika, Utong, Rizal, Kriswin, dan Budi Luhur memamerkan produknya di ajang konvensi budaya tahunan terbesar di Asia yakni Popcon Asia, yang berlangsung di Jakarta, Agustus 2016 lalu.
Saat ini keenam remaja yang memiliki keahlian berbeda mulai programmer, artis atau gambar, composer music, dan pizel art itu tengah mempersiapkan diri mengikuti International Mobile Gaming Award di Malaysia.
Haris yang merupakan founder TAHOE Studio berujar, tak mudah menembus persaingan di ajang itu. Mereka harus berjuang keras berkompetisi dengan 300 game dari berbagai Negara, untuk selanjutnya dipilih 78 game terbaik di kancah itu. Dari 78 game tersebut, 13 game di antaranya berasal dari Indonesia, dengan salah satunya kreasi Haris cs.
“Kami butuh dukungan (vote) dari masyarakat Indonesia khususnya Kediri agar bisa memenangi kontes itu,” kata Haris.
Selama ini, kata dia, kelompoknya berjuang sendiri menciptakan game dan mengikuti berbagai event tanpa bantuan dari siapapun. Upaya ini bisa dibilang tak cukup mudah mengingat beberapa di antara mereka masih berstatus mahasiswa. Alhasil untuk mengikuti kontes ke kontes mereka harus urunan dari menyisihkan uang harian agar bisa menunjukkan eksistensi dan kecintaan mereka pada dunia digital.
Melalui Kediri Creative City Forum (KCCF), para remaja ini menyiasati kesulitan dukungan biaya dengan memproduksi kaos dan merchandise game. “Hasilnya untuk membiayai pembangunan game,” kata Arief Priyono dari KCCF.
Adapun program terakhir komunitas game ini adalah memproduksi sebuah game sejarah yang terkait dengan Kota Kediri, yakni Game Panji. Dengan konsep animasi digital berbasis android, mereka tengah membangun Game dengan sosok Panji sebagai simbol sejarah Kota Kediri. Game ini nanti selain menampilkan sosok Panji sebagai tokoh utama juga diselingi alur sejarah berupa naskah sebagai pengetahuan umum kepada penggunanya. (tmp/ivn)*