PEKANBARU (RIAUMANDIRI.co) - Dari hasil evaluasi serapan APBD Riau tahun 2016, hingga saat ini Dinas Cipta Karya dan Sumber Daya Air, masih menjadi satuan kerja yang realisasi serapannya paling rendah. Hingga Oktober ini, realisasi keuangan di instansi itu baru mencapai 11 persen.
Tak ayal, kondisi itu pun mendapat sorotan dari Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman. "Kemarin (Kamis, red) sudah rapat evaluasi kinerja SKPD dalam menjalankan anggaran kegiatan murni.
Rapat itu guna melihat sejauh mana kendala yang dihadapi, sehingga bisa menjadi acuan dalam pelaksanaan APBD-P. Ternyata dalam evaluasi, Ciptada realisasinya paling rendah, Dinas dan ini kita minta untuk menunda kegiatan yang tak terkejar, dan dilanjutkan ke APBD-P," terangnya, Jumat (28/10).
Ditambahkan, pihaknya juga telah mengingatkan Kepala Dinas Ciptada, Dwi Agus Sumarno, agar memenuhi komitmennya dalam menjalankan APBD-P. Gubri juga mengingatkan agar persoalan yang terjadi di APBD murni akan menjadi bahan pertimbangan ke depannya.
Apakah dalam surat pernyataan komitmen yang dibuat Pemprov ada sanksi bagi SKPD, orang nomor satu di Provinsi Riau ini menegaskan sanksinya berupa penilaian dari pimpinan (Gubernur).
"Sebenarnya penilaian ini tidak hanya dilakukan di APBD 2016, sebelum-sebelumnya juga sudah pernah dilakukan. Kalau memang tidak mampu tentu akan kita evaluasi," tegasnya lagi.
Ketika ditanya apakah hasil evaluasi tersebut juga sebagai bahan pertimbangan untuk mengisi Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang baru, Gubri pun tak menampiknya. "Itu pasti lah. Kalau sudah tak mampu kenapa kita pertahankan, tentu kita evaluasi," tandasnya.
Yakin Capai Target Sementara itu, Kepala Dinas Ciptada Dwi Agus Sumarno, saat dikonfirmasi menjelaskan, saat ini serapan keuangan di satkernya memang baru mencapai 11. Namun untuk realisasi fisik sudah mencapai 51 persen. Saat ini, proses lelang masih terus berjalan.
"Memang kalau dihitung dari sisi keuangan di Ciptada rendah baru 11 persen. Tapi dihitung fisiknya sudah mencapai 51 pesen, kalau di PU itu yang dihitung fisiknya, bukan keuangannya. Dari hitungan kita, saya jamin akhir tahun keuangan mencapai 75 persen dan fisik bisa 100 persen," ujarnya.
Lebih lanjut ia menjelaskan, realisasi keuangan dan fisik memang berbeda karena di Dinas Ciptada memiliki keuntungan dari pagu yang dianggarkan.
"Kenapa berbeda karena anggaran yang dimasukkan dalam proyek itu ada keuntungan, misalnya proyek Rp10 miliar ditawar jadi Rp8 miliar. Makanya ada sisa anggaran kita mencapai 25 persen lebih, jadi bisa dimasukkan dalam APBD 2017," terangnya.
Sementara itu, informasi di Pemprov Riau, untuk realisasi keuangan APBD 2016 secara keseluruhan, saat ini mencapai 42 persen lebih. Sedangkan realisasi fisik mencapai 72 persen.
Masih minimnya realisasi serapan APBD Riau 2016, sudah kerap mendapat sorotan. Tidak hanya dari Dewan, sorotan juga datang dari berbagai stake holder masyarakat Riau lainnya.
Pasalnya, dengan realisasi yang tidak maksimal, diyakini akan berdampak terhadap program pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Apalagi sejak tiga tahun belakangan, sisa lebih penggunaan anggaran (Silpa) Riau, terhitung tinggi, yakni di atas Rp3 triliun.
Hal ini pula yang membuat sorotan terhadap Gubri semakin tinggi. Khususnya dalam menempatkan pejabat di lingkungan Pemprov Riau. Khususnya dalam penerapan Organisasi Pemerintah Daerah (OPD) yang baru, Gubri diminta menempatkan pejabat sesuai dengan keahliannya, supaya program dan serapan APBD benar-benar bisa berjalan maksimal.
Seperti diketahui, sejauh ini masih ada tujuh SKPD di Pemrov Riau, yang realisasinya masih di bawah 50 persen. Di antaranya Dinas Cipta Karya 11 persen, Dinas Energi Sumber Daya Mineral 24 persen, Dinas Perkebunan 25,73 persen, Dinas Komunikasi dan Informasi 34 persen, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan 33 persen, Rumah Sakit Petala Bumi 31 persen, dan Dinas Pertanian 32 persen. ***