JAKARTA (RIAUMANDIRI.co) - Polemik mahalnya harga gas di Tanah Air, masih jadi salah satu pekerjaan rumah pemerintahan Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Harga gas di Indonesia sendiri dianggap yang paling mahal di Asia Tenggara, meski punya predikat sebagai negara produsen gas alam besar.
Menurut Ketua Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki), Elisa Sinaga, sejak beberapa tahun terakhir, industri keramik babak belur lantaran membengkaknya ongkos produksi setelah harga gas naik perlahan-lahan. Bahkan di Sumatera Utara, harga gas dibanderol US$ 12 per MMBtu.
"Saya kira buat kami terus menagih harga gas yang murah sesuai janji Pak Jokowi. Kami sudah babak belur dengan harga gas sekarang yang rata-rata US$ 9 per MMBtu," ujarnya, Kamis (20/10).
Diungkapkannya, dirinya pun berharap penurunan harga gas bisa dinikmati semua sektor industri. Lantaran, harga gas bagi industri, berkontribusi cukup besar dalam ongkos produksi.
"Bagi kami seperti industri keramik, gas sangat berharga. Janganlah beda-bedakan, gas murah tak hanya untuk pupuk dan petrokimia. Dua tahun pemerintahan Jokowi sudah bagus beberapa hal seperti perizinan, tapi harga gas ini masih jadi masalah yang belum juga selesai," jelas dia.
Elisa berujar, selain harga gas yang tinggi, industri keramik juga saat ini sudah kepayahan bersaing dengan keramik impor yang trennya terus mengalami kenaikan.
"Sudah harga gas mahal, kami juga dihajar keramik impor yang lebih murah. Permintaan keramik sedang turun karena lesunya properti, kami masih dihajar dengan keramik impor yang harganya murah lantaran harga gas di negara asal mereka murah," ungkap Elisa. (dtc/sis)