BADAN Usaha Milik Daerah di Provinsi Riau, terus mendapat sorotan dari banyak kalangan. Mulai dari persoalan transparansi keuangan kepada publik hingga kontribusi riil perusahaan plat merah ini kepada pendapatan asli daerah.
Bank Riaukepri (BRK) sebagai salah satu Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang dibanggakan Pemerintah Provinsi Riau, ternyata setiap tahunnya terus meminta penyertaan modal dari APBD.
Alasannya besaran setoran modal pemerintah setiap tahunnya merupakan dasar penetapan pembagian deviden bank selama satu tahun. Kepemilikan saham akan diputuskan dalam rapat umum pemegang saham (RUPS).
Hal ini disampaikan Winovri, Humas BRK kepada Haluan Riau Kamis (12/2) di ruang kerjanya. Juga dikatakan, keberpihakan BRK terhadap PNS dalam penyaluran kreditnya, merupakan bagian penting dari komitmen bank ini sebagai Bank Pembangunan Daerah.
"Salah satu core bisnis utama BRK adalah membantu kredit bagi pegawai negeri sipil (PNS) khususnya. Mengingat BRK yang juga BPD diberikan tugas sebagai pembayar gaji, tentunya dengan keterkaitan ini lebih mudah memotong gaji tiap bulannya," jelas Winovri.
Sikap main aman yang dipilih bank plat merah ini, merupakan cermiman perilaku BUMD di Provinsi Riau. Wajar jika kemandirian perusahaan ini mendapat sorotan.
Ikhwani Ratna pengamat ekonomi dari UIN Suska Riau menilai, saat ini hanya ada dua BUMD yang bisa memberikan kontribusi atau royalti terhadap PAD Provinsi, dan salah satunya adalah BRK.
"Namun, kenyataannya bank ini masih menerima dana APBD dari mata anggaran penyertaan modal. Padahal jika melihat dari keuntungan yang didapat oleh Bank Riaukepri sudah saatnya lebih mandiri," ungkap Ikhwani heran.
Menurutnya, BRK tidak perlu lagi meminta atau menerima dana APBD, karena ini akan membebani APBD saja. Dari keuntungan yang diperoleh, sudah saatnya bank ini mandiri.
Menanggapi persoalan BUMD tersebut, Syahrial abdi Kepala Biro Ekonomi Setdaprov Riau mengatakan dalam dua tahun terakhir, Pemprov Riau terus melakukan pengawasan terhadap seluruh BUMD yang ada.
"Ya, kita akan selalu melakukan pembenahan setiap tahun, akan tetapi yang intensnya kita baru melakukan dua tahun terakhir ini dan kita benar-benar serius sampai mereka bisa menjelaskan secara bertanggung jawab," kata Syahrial Abdi.
Sementara itu anggota Komisi II DPR RI Lukman Edy melihat perlu keseriusan pemerintah daerah dalam membenahi BUMD yang bermasalah tersebut. Kalau perlu dilakukan fit and propper test ulang terhadap semua direksi.
"Pada prinsipnya BUMD bisa memberikan keuntungan bagi pendapatan daerah serta mampu memberikan kesejahteraan kepada masyarakat. Namun faktanya, BUMD Riau justru tidak memberikan kesejahteraan karena terus merugi, padahal sudah diberikan anggaran sangat besar. Disinilah perlunya fit and proper test ulang terhadap para direksi," pungkasnya.
Mantan Sekjen DPP PKB inipun meminta agar para direksi BUMD Riau bisa mempertanggungjawabkan kinerjanya, termasuk dalam masalah pengelolaan keuangan. "Saya kira aparat penegak hukum harus menindaklanjuti hasil audit BPKP terhadap BUMD-BUMD Riau yang bermasalah dan melakukan pelanggaran dalam tata kelola keuangan," tandas Lukman Edy.***