PEKANBARU (RIAUMANDIRI.co) - Pembahasan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Riau, bakal berjalan di tempat. Hal ini mengingat, belum adanya kesepahaman sejumlah kepala daerah di Riau.
Hal itu disampaikan anggota Komisi A DPRD Riau, Suhardiman Amby, Rabu (12/10). Dikatakannya, persoalan ini semakin ruwet karena ada bupati/walikota di Riau tak paham terutama soal penataan ruang di Riau untuk 30 tahun ke depan. "Ruang (RTRW, red) itu bukan kawasan hutan saja.
KepalaRuang itu mengatur 30 tahun yang akan datang. Seperti apa jalannya, seperti apa kawasan budidayanya, pemukimannya, perkampungannya, tatakotanya. Semuanya diatur di situ kalau Riau mau tata ruangnya. Tetapi kalau sibuk dengan (SK Menteri Kehutanan Nomor) 393 itu saja, kita hanya mengurusi perusahaan saja," ujarnya. Lebih lanjut, politisi Partai Hanura tersebut mengatakan, Panitia Khusus yang dibentuk DPRD Riau harus mencarikan jalan keluar untuk RTRW Riau ini.
"Ruang yang kita urusi itu, perkampungan yang masuk kawasan hutan. Itu kita cari jalan keluarnya. Situs-situs wisata yang masuk kawasan hutan kita keluarkan, termasuk kawasan agropolitan, minapolitan dan kawasan-kawasan lindung daerah yang menjadi kewenangan, kita masukkan ke situ. Jadi, kawan-kawan bupati harus paham dengan itu," terangnya.
Dicontohkannya, rapat sebelumnya bersama kepala daerah se-Riau, yang tidak membuahkan hasil. Kegiatan tersebut hanya untuk datang dan berdebat saja. Hal tersebut, kata Suhardiman, terjadi karena ketidaktahuan mereka dengan masalah RTRW tersebut.
"Sebenarnya yang kita minta itu, apa sih ruang daerah yang dibutuhkan. Di Kuansing (Kuantan Singingi,red) contohnya. Berapa luas posisi budidaya pertanian, berapa minapolitannya. Berapa agropolitannya. Berapa situs wisatanya. Berapa hutan adatnya. Berapa tanah wilayahnya. Semua dimasukkan ke situ," tambah legislator asal dapil Indragiri Hulu dan Kuansing tersebut.
"Masukkan di sini (RTRW,red). Setelah nanti semua itu tercover di tata ruang, barulah nanti membuat Perda Kontribusi Hak Wilayah, yang diakui UU dan Permenhut (Peraturan Menteri Kehutanan,red)," sambungnya. Selanjutnya, baru dibuat aturan-aturan berkaitan dengan pendapatan wilayah Provinsi Riau.
"Kalau kita ambil saja Rp100 ribu perhektar dan ruang wilayah kita 4 juta hektar saja. Setahun sudah Rp400 miliar. Mau bikin apa saja tokoh tokoh adat itu, bisa kan. Inilah yang tidak terpikirkan oleh kawan-kawan (kepala daerah,red). Yang saat ini sibuk berdebat masalah 393," pungkasnya.
Digugat Sebelumnya, sejumlah komponen masyarakat berencana mengajukan gugatan berupa class action, terkait RTRW Riau tersebut. Sedangkan yang akan menjadi objek gugatan adalah Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor Nomor 673, 678 Tahun 2014 dan 314 Tahun 2016, tentang RTRW Provinsi Riau, karena dinilai merugikan masyarakat Riau. Pasalnya, masih banyak desa dan pemukiman masyarakat, yang dinyatakan masuk dalam wilayah hutan.
Rencana untuk mengajukan gugatan tersebut, dirumuskan saat Diskusi Publik yang ditaja BEM Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisip) Universitas Islam Riau (UIR) bersama Pusat Informasi dan Jaringan Rakyat (Pijar) Melayu, di auditorium Soeman HS, Kampus UIR Pekanbaru, Rabu (5/10) lalu.
Menurut praktisi hukum Riau, gugatan tersebut mengakomodir kepentingan masyarakat yang desanya termasuk dalam kawasan hutan. Melalui upaya class action ini, lanjutnya, desainnya akan jauh lebih besar dibandingkan pengajuan gugatan secara pribadi-pribadi.
Sementara, Direktur Eksekutif Pijar Melayu, Rocky Ramadani menyebut kalau kegiatan diskusi publik ini merupakan langkah awal menyikapi masalah RTRWP Riau yang sarat kepentingan pemerintah pusat dan kelompok elit.
Sedangkan Ketua Pansus RTRW DPRD Riau, Asri Auzar mengatakan, pihaknya akan memperjuangkan untuk merubah RTRW Riau, karena masih ada ratusan desa yang masih dinyatakan masuk dalam kawasan hutan.
"Ratusan desa masuk dalam kawasan hutan seperti yang tertera dalam SK 393. Ini jelas akan kita perjuangkan bersama agar bisa diputihkan," ujarnya.
Dikatakan, Pansus merencanakan akhir tahun ini, Raperda RTRW Riau sudah bisa disahkan menjadi Perda RTRW Riau. Sebelum disahkan, Pansus akan meminta saran dan masukan dari intansi terkait. ***