PEKANBARU (RIAUMANDIRI.co) - Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia diketahui telah membentuk Tim Investigasi terkait penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan atas 15 perusahaan yang diduga terlibat kasus kebakatan hutan dan lahan di 2015 lalu.
Tim tersebut berjumlah 18 orang yang berasal dari berbagai divisi di Mabes Polri, seperti Divisi Pengamanan dan Profesi, Divisi Hukum, serta Pengawasan Penyidikan Bareskrim Polri. Seluruhnya mulai melakukan audit investigasi, Senin (10/10). "Ada 18 orang (anggota Tim Investigasi Mabes Polri). Mabes Ini dilakukan di Brimobda Polda Riau," ungkap Kabid Humas Polda Riau, Guntur Aryo Tejo, Senin (10/10).
Menurut Guntur, proses ini dilakukan selama satu pekan ke depan. Audit dilakukan secara menyeluruh termasuk dengan tim internal Polda Riau yang sebelumnya telah dibentuk.
"Prosesnya dilakukan lebih kurang satu minggu ke depan. Sebelumnya, di internal Polda telah dilakukan proses evaluasi," terang mantan Kapolres Pelalawan tersebut.
Lebih lanjut, Guntur menerangkan jika proses audit ini merupakan bentuk keseriusan institusi Kepolisian untuk menindaklanjuti terbitnya SP3 tersebut, dimana hal tersebut sesuai instruksi Kapolri, Jenderal Pol Tito Karnavian.
"Ini keseriusan Polri dalam hal SP3. Tim Audit Investigasi dari Mabes Polri, Div Propam, Itwasum Polri, Divkum dan dari Wassidik Mabes Polri, untuk melakukan audit investigasi terkait dengan terbitnya SP3 terhadap 15 perusahaan," tukasnya.
Sebelumnya, Kapolda Riau, Brigjen Pol Zulkarnain Adinegara, menegaskan jika jajarannya serius melakukan evaluasi internal. Ia bahkan telah menunjuk Wakapolda Riau, Kombes Pol Ermi Widyatno, untuk membantu proses evaluasi internal tersebut.
Selain proses audit investigasi secara internal, Kapolda juga memberi jalan untuk proses hukum lanjutan, yakni praperadilan bagi pihak lain. Proses ini tengah ditempuh oleh Komisi untuk Orang Hilang dan Kekerasan, dan Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau. Kapolda telah memberikan dokumen SP3 tersebut sebagai bahan untuk praperadilan.
Seperti diberitakan sebelumnya, Kepala Polri Jenderal Pol Tito Karnavian menganggap penghentian penyidikan perkara yang menjerat 15 perusahaan terkait kebakaran hutan dan lahan di Riau sebagai kasus yang menonjol dan menuai kontroversi.
Oleh karena itu, Tito ingin adanya gelar perkara di Mabes Polri untuk mengevaluasi Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) yang dikeluarkan Polda Riau tersebut.
"Saya bisa memerintahkan jajaran yang menghentikan kasusnya terkait dengan koorporasi, harus digelar di Mabes Polri," ujar Tito di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Jakarta, Selasa (6/9/2016).
Menurut Tito, gelar perkara perlu dilakukan untuk mengurangi adanya dugaan kolusi, pemberitaan yang menyimpang, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, kasus yang menarik perhatian Tito itu harus dikaji oleh Polri. Begitupun untuk penghentian perkara lain di masa berikutnya.
Tito nantinya akan membuat kebijakan bahwa untuk kasus kebakaran hutan yang menyeret korporasi, harus melibatkan Bareskrim Polri, Inspektorat Pengawasan Umum, dan Divisi Hukum Polri.
"Saya sudah menggariskan khusus masalah kebakaran hutan dan lahan ini yang melibatkan korporasi kalau ada SP3 ke depan, ini harus digelar di Mabes Polri," kata Tito.
Tito menegaskan bahwa penghentian perkara kebakaran hutan terhadap 15 perusahaan ini tidak dilakukan secara serentak. Surat penghentian perkara dikeluarkan dalam kurun Januari hingga bulan-bulan berikutnya secara satu persatu. Presiden Joko Widodo sebelumnya meminta Kapolri mengkaji kembali penghentian penyidikan terhadap 15 perusahaan di Riau itu.
Kapolri mempersilakan bila ada pihak yang hendak mengajukan praperadilan terkait pengentian penyidikan tersebut. Menurut Tito kepolisian juga memiliki alasan menerbitkan SP3. Namun demikian, kata dia, kepolisian terbuka jika ada pihak yang hendak mengajukan praperadilan terkait kasus tersebut. (dod)