RIAUMANDIRI.co - Perkembangan era digital dan serba modern tentunya menawarkan kemudahan dalam hal konektivitas dan fleksibilitas. Namun, di satu sisi masyarakat dan pengguna diminta untuk tetap waspada dengan ancaman "perampok" serangan siber ransomware di dunia maya yang rentan akan risiko keamanan.
Director Global Research & Analysis Team, APAC, Kaspersky Lab, Vitaly Kamluk berbicara mengenai gambaran landscape ancaman siber (cyber) di wilayah APAC (Asia Pacific). Kaspersky Lab terus mengamati risiko keamanan sepanjang tahun ini yang kian meningkat dan ini menjadi perhatian perusahaan.
"Meningkatnya program komputer berbahaya yang merampok korbannya dengan meminta tebusan tertentu, seperti uang, bitcoin, atau dikenal dengan ransomware jadi perhatian khusus kami," ungkapnya dalam konferensi pers Cyber Security Weekend Kaspersky Lab Asia Pasific Countries, di Jimbaran, Bali, Jumat (7/10/2016).
Dia menyatakan bahwa target para anonymous (hacktivis) itu dengan menargetkan perangkat device PC, mobile phone lalu menyerang dalam sebuah kejahatan siber di suatu pemerintahan e-goverment, perusahaan, dengan sponsor. "Perangkat mobile yang berisiko pada tahun ini seperti aplikasi yang terinfeksi di pasar resmi, peretasan ponsel mobile browser web, pencurian data, mobile banking trojan, dan mobile ransomware," jelas Kamluk.
Menurutnya, jumlah kejahatan siber atas insiden mobile ransomware yang terdeteksi di APAC meningkat pesat pada pertengahan Juli dan Agustus dibandingkan dengan Februari dan Maret 2016 sebanyak 114 persen. Kamluk mengakui, ketika mereka (peretas) beraksi, targetnya adalah pengguna pribadi, user, atau bahkan karyawan yang lalai bekerja di suatu perusahaan. Dengan mengirim ransomware, kemudian hacker meminta uang tebusan kepada user yang komputernya sudah terinfeksi ransomware.
"Ya otomatis, user tidak bisa mengakses datanya pada komputer mereka. Sebab, data-data penting baik itu pribadi, atau perusahaan sudah dikuasai hacker. Jika menuruti kemauan hacker, bisa jadi datanya dikembalikan atau tidak. Namun, tak ada jaminan terhadap data kita yang sudah diretas. Hanya saja menunggu kebaikan hacker untuk segera mengembalikannya atau malah naas-nya data dijual bebas di pasar gelap (black market) sama para hacker," paparnya.
Lebih lanjut dikatakan Kamluk, secara garis besar ada dua tipe ransomware yaitu sebagai locker ransomware (non-enkripsi). Sementara dari data Kaspersky Lab menunjukkan sepanjang tahun ini, ransomware sudah terjadi nyaris di seluruh belahan dunia. "Kami telah menemukan setidaknya ransomware di 200 negara sepanjang 2016. Secara jumlah insiden si pencuri data (ransomware) di kawasan Asia Pasifik menunjukkan ada kenaikan signifikan," kilahnya.
Sementara data dari Kasperky Lab menunjukkan, dari Juli-Agustus tahun ini, insiden ransomware itu telah naik 114 persen dibanding periode Februari sampai Maret 2016. Tercatat dari insiden ransomware Februari yang terlacak di Asia Pasifik yaitu 9693 insiden dan naik menjadi 32.594 insiden pada Maret. Periode April sampai Juni, insiden tercatat makin menurun, namun melonjak signifikan pada Juli dengan 44.762 insiden dan 45.842 pada Agustus.
"Negara yang 'juara' ransomware di kawasan ini adalah India disusul dengan Vietnam. Dalam laporan statistik survei Kaspersky Lab sepanjang Juli sampai September tahun ini, rata-rata 49 persen pengguna di Australia, China, India, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand dan Vietnam, telah mengalami insiden keamanan," papar Kamluk.(okz/ivn)