BANGKINANG (RIAUMANDIRI.co) - Terkuaknya aksi pungutan liar di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kampar, mendapat sorotan tajam dari Dewan. Seperti dituturkan anggota Komisi II DPRD Kampar, Agus Chandra. Menurutnya, Dewan seharusnya instansi di Pemkab Kampar bersih dari aksi pungutan liar tersebut.
"Ini sangat disayangkan, seharusnya dinas harus bersih dari pungli. Kasus pungli ini sering terjadi namun tidak terungkap, apalagi ini sama guru," ujarnya, Rabu (28/9).
"Jika guru itu memberi dengan jumlah yang wajar, itu boleh saja. Namun kembali lagi ke mental kita, sampai kapan kita memiliki mental meminta-minta. Kalau pungli ini sudah menjadi kebiasaan, kapan lagi kita mensejahterakan guru. Dunia pendidikan kita saat ini sangat banyak mendapat sorotan, ini harus disikapi oleh Dinas Pendidikan," tegasnya menyambung. Tak Tahu Sementara itu, Kadisdik Kampar, Nasrul, mengaku tak mengetahui adanya pungli yang dilakukan bawahannya.
"Saya tidak tahu adanya itu (pungli,red), tapi setelah saya tanya ke mereka, mereka bilang uang yang terkumpul itu banyak pecahan Rp5 ribu," ungkapnya. Menurut Nasrul, pembuatan SK itu bukan bidangnya, namun karena guru itu minta tolong, maka dibuatkan oleh TKS.
"Jadi bukan ditetapkan Rp50 ribu atau Rp100 ribu, dan kotak yang ada di meja itu bukanlah tempat uang itu tempat SK, namun ada guru yang menaruh uang di sana. Mungkin itu bentuk terima kasih seperti tata krama orang timur," bebernya didampingi Sekretaris Disdik Kampar Sardalis MPd.
Sebelumnya, perihal pungutan liar itu diakui beberapa guru sertifikasi di Kampar. Dugaan pungli itu terjadi saat mereka mengambil Surat Keputusan tambahan jam mengajar di Disdik Kampar, Selasa kemarin.
Menurut pengakuan beberapa guru, mereka diminta membayar uang sumbangan sebesar Rp50 ribu per orang. Namun pungutan tersebut disebut sebagai sumbangan sukarela.
"Ya, kami diwajibkan untuk membayar secara sukarela, tapi melihat orang membayar Rp50 ribu, terpaksa pula kami membayar sebanyak itu," ungkap salah seorang PNS guru SMP di Kabupaten Kampar, yang tidak mau menyebutkan namanya.
Ia mengakui, banyak guru yang merasa tidak ikhlas dengan pungutan tersebut, meski pun disebut sebagai pungutan suka rela. Pasalnya, meski disebut sukarela, namun nominalnya ditetapkan dan sifatnya wajib, alias harus dilaksanakan.
"Mau tidak mau, mau bagaimana lagi. Kita kan butuh dengan SK ini, harus diterima walaupun membayar Rp50 ribu. Kalau orang butuh Pak, Rp500 ribu pun akan dibayar," kesalnya.
Bantahan juga terlebih dahulu dilontarkan Kasi Dikdas Disdik Kampar, Safrizal. Menurutnya,pungutan yang dilakukan petugas bukanlah pungutan liar, tetapi hanya sekadar sukarela.
Menurutnya, hasil pungutan tersebut akan digunakan untuk pegawai honor yang tidak mendapatkan gaji dari dinas terkait. "PNS yang mengambil SK itu lebih dari 400 orang. Itu (sumbangan sukarela, red) Untuk orang yang pakai baju putih, karena mereka bekerja tidak digaji," ujarnya. (ari)