MENGELOLA Indonesia sebagai negara yang sangat plural dan secara geografis sangat strategis ternyata tidak mudah, karena banyak ancaman dan kepentingan asing maupun domestik yang selalu merongrong keamanan dan kesatuan negara ini.
Ancaman-ancaman tersebut antara lain bekembangnya ideologi liberalisme atau kapitalisme yang gerakan utamanya adalah membangun opini masyarakat terkait kelemahan dan kemampuan pimpinan nasional.
Sementara itu berkembang paham sosialis demokrat yang mengupayakan pengungkapan isu pelanggaran HAM, Peristiwa 1965/1966 yang terus diperjuangkan oleh kelompok elemen kiri di Indonesia. Disamping itu di negara yang berjuluk “Zamrud di Khatulistiwa” ini juga menghadapi ancaman berkembangnya Islam Radikal yang mendeklarasikan Daulah Islamiyah wilayah Asia Tenggara.
Ketiga aliran ideologi di atas terus berupaya memiliki pengaruh di Indonesia dengan digerakkan state aktor maupun nonstate aktor yang dibantu operator pelaksana, simpatisan atau proxi kepentingan ideologi tersebut baik individu maupun kelompok.
Setidaknya ada beberapa kerawanan aktual dibidang ideologi yang dapat mengancam ideologi Pancasila dan keamanan Nasional yaitu : pertama, menguatnya konsolidasi eks tapol/napol PKI pasca keputusan Sidang Internasional People Tribunnal (IPT)1965.
Menghadapi ancaman ini, penulis menyarankan kepada pemerintah untuk mempertimbangkan serta mengkaji kembali pemberian rehabilitasi dan kompensasi karena berpotensi menimbulkan permasalahan yang mengancam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kedua, kerawanan bersumber dari ideologi berbasis Radikal Agama seperti berkembangnya aliran wahabi Takfiri dan kelompok Syiah yang teridentifikasi menunjukkan intensitas gesekan yang meningkat. Konflik Sunni-Syiah merupakan konflik laten yang berregenerasi dan identik dengan konflik sektarian di Timur tengah.
Faksi Radikal dari kelompok Sunni bersikeras memperjuangkan penegakan syariat Islam di Indonesia, sementara aliran Syiah menuntut kebebasan beribadah yang sesuai semangat demokrasi dan Pancasila.
Penulis melihat bahwa sebenarnya Syiah bukan merupakan ancaman, sehingga adanya pihak-pihak yang mengeluarkan fatwa sesat terhadap mereka adalah tindakan yang terburu-buru. Oleh karena itu, penulis menyarankan agar tidak terjadi konflik antara Wahabi Takfiri dengan Syiah di Indonesia, maka perlu ada upaya agar masing-masing kelompok diupayakan tidak saling mengganggu kegiatan masing-masing artinya kelompok Syiah dilarang mengganggu atau merekrut atau mempengaruhi komunitas Wahabi Takfiri dan sebaliknya.
Sementara itu, kerawanan aktual di bidang politik adalah dinamika politik dalam negeri terkait dengan penyelenggaraan pilkada serentak yang diawali tahun 2015 di 269 daerah yang berlangsung sukses terlaksana tanpa menyisakan persoalan keamanan yang serius. Sementara itu pilkada serentak akan kembali digelar untuk kedua kalinya pada 15 Februari 2017 di 101 daerah se Indonesia.
Pelaksanaan Pilkada 2017 akan diikuti Pilkada serentak lainnya pada 2018, 2020, 2021, 2022 dan akhirnya secara menyeluruh pada 2027. Jadwal ini sesuai dengan rencana pemerintah untuk menata ulang desain Pemilu Nasional sehingga ke depan akan ada 2 kali pemilu dalam 5 tahun yaitu serentak nasional (Pileg dan Pilpres) dan serentak daerah (Pilkada).
Ancaman separatisme Setidaknya ancaman separatisme masih tetap membayangi Indonesia seperti yang terjadi di Aceh dan Papua. Maraknya aksi bersenjata melibatkan kembali eks kombatan GAM membuktikan proses reintegrasi terhambat dan rentan mengganggu perdamaian.
Pemerintahan Gubernur Zaini Abdullah tidak mampu mendongkrak perekonomian Aceh akibat praktek korupsi dan monopoli elite GAM pada berbagai kegiatan proyek pembangunan, mengakibatkan stagnasi di sektor riil. Disisi yang lain, jargon separatisme dan ethno nasionalisme terus marak dipropagandakan, membuktikan lemahnya komitmen eks GAM terhadap perdamaian.
Sedangkan di Papua juga masih diwarnai ancaman separatisme yang dilakukan oleh OPM atau Gerakan Separatis Bersenjata yang bergerak melakukan perlawanan dengan menggunakan senjata atau jalur kekerasan, serta sayap politik mereka seperti KNPB dan ULMWP serta PRD yang melakukan gerakan politik antara lain : intensitas rapat gelap menyusun strategi perjuangan Papua Merdeka; Jumpa pers untuk menciptakan opini; Pengibaran bendera Bintang Kejora; Menggelar sidang guna menentukan arah perjuangan mereka; melakukan intimidasi dan teror terhadap masyarakat; kegiatan ibadah dikemas menjadi kegiatan politis; mengangkat isu putera daerah pada berbagai aspek di bidang pemerintahan maupun ekonomi; kolaborasi jaringan LSM dan mahasiswa mencuatkan isu pelanggaran HAM.
Ancaman-ancaman lainnya Indonesia juga menghadapi ancaman dibidang sosial budaya dan ekonomi. Ancaman di sosial budaya antara lain terjadinya perlambatan di bidang ekonomi yang dipicu faktor global dan membengkaknya hutang luar negeri yang menyebabkan PHK massal.
Nilai tukar mata uang Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat (AS) terus mengalami pelemahan, selain karena faktor ketidak pastian bunga The Federal Reserve (The Fed), dan implikasi kebijakan devaluasi mata uang Yuan Cina. Selain itu meningkatnya kebutuhan dollar AS untuk pembayaran utang luar negeri kita juga memicu dinamika di sektor perekonomian nasional. Dampaknya, sejumlah industri di dalam negeri terutama yang menggunakan bahan baku impor memilih mengurangi atau menghentikan kegiatan produksinya dan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).
Disaat turunnya dayabeli masyarakat dan naiknya harga kebutuhan pokok. Gelombang PHK massal terjadi di Jatim, Jabar, Banten, DKI Jakarta, Kaltim dan Kepri. Isu PHK dapat mendorong angka pengangguran dan kemiskinan, serta rentan memicu aksi delegitimasi terhadap pemerintah dan mengancam kondusifitas situasi politik dan keamanan nasional.
Berbagai proyek infrastruktur sebagian besar didanai investasi asing dan menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Pemerintah telah memiliki perundangan yang mengatur keberadaan TKA di Indonesia sebagai bentuk perlindungan terhadap pekerja lokal. Namun di sisi pelaksanaan, upaya pengawasan TKA dinilai belum maksimal, dan masih terdapat berbagai celah yang berpotensi untuk disalahgunakan, terutama aspek keimigrasian.
Diperkirakan saat ini jumlah TKA illegal mencapai 15.000an orang, sedangkan jumlah pengawas ketenagakerjaan di Indonesia saat ini hanya sekitar 1.500 orang sementara kebutuhan ideal adalah 4.000 an orang. Jumlah tersebut belum sebanding dengan jumlah 265.209 perusahaan yang terdaftar dan tersebar di seluruh daerah di Indonesia.
Di bidang Sosial budaya, menurut penulis ada beberapa kerawanan aktual teruatama masalah konflik rumah ibadah, seperti penolakan atas keberadaan dan pembangunan rumah ibadah, teruatam umat Kristiani (Protestan/Katolik) teridentifikasi masih marak terjadi di wilayah Indonesia; penolakan rumah ibadah juga terjadi terhadap rumah ibadah umat Islam, Hindu, Budha dan Konghucu serta sekte/aliran kepercayaan lainnya, terutama di wilayah mereka yang menjadi unsur minoritas seperti di Sulut, NTT dan Papua; Isu penolakan didominasi alasan bahwa pembangunan rumah ibadah yang ditolak masyarakat dianggap tidak memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam SKB 3 Menteri, khususnya administrasi dan teknis bangunan gedung serta pengalihan fungsi rumah tinggal/ruko sebagai tempat ibadah; dari sebagian wilayah konflik rumah ibadah, Jabar meruapakan provinsi paling rawan terjadinya konflik bernuansa SARA’, khususnya polemik terkait keberadaan GKI Taman Yasmin di Bogor, dan Gereja HKBP Philadelpia, Bekasi.