PEKANBARU (RIAUMANDIRI.co) - DPRD Provinsi Riau melakukan rapat paripurna Penyampaian Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Perlindungan Hak Perempuan dari Tindak Kekerasan oleh Kepala Daerah, Senin (19/9) di ruang rapat paripurna gedung DPRD Riau.
Ranperda tersebut diajukan pemprov Raiu untuk melindungi tindak kekerasan yang dialami perempuan. Apalagi kasus kekerasan terhadap perempuan di Riau setiap tahun terus mengalami peningkatan.
Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman diwakili Sekdaprov Riau Ahmad Hijazi. Rapat paripurna dipimpin Wakil Ketua DPRD Riau Sunaryo didampingi wakil ketua DPRD Riau Manahara Manurung. Rapat paripurna dihadiri 40 orang anggota DPRD Riau dan tidak hadir 25 orang anggota DPRD Riau. Kehadiran anggota DPRD Riau sudah memenuhi kuorum paripurna.
Hadir Kepala dinas, badan, kepala bidang, unit pelayanan terpadu (upt) dan pejabat eselon III di lingkungan pemprov Riau. Turut hadir kepala dam perwakil kanwil yang ada di provinsi Riau, pimpinan bank dan perguruan tinggi yang ada di Riau. Rapat paripurna dipimpin Wakil Ketua DPRD Riau Sunaryo didampingi wakil Ketua DPRD Riau Manahara Manurung.
Dalam pidato pembukaan, Wakil Ketua DPRD Riau Sunaryo menjelaskan permasalahan kekerasan terhadap perempuan sering terjadi baik kekerasan dalam rumah tangga, sosial masyarakat maupun kekerasan dalam lingkungan dunia kerja. "Untuk itu perlu perlindungan hukum, dan kehadiran perda perlindungan hak perempuan dari tindak kekerasan ini sangat diperlukan," ungkap Sunaryo.
Kendati diakui, undang-undang sudah ada yang mengaturnya, yakni Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT). Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pengendalian Gratifikasi Di Lingkungan Kementerian Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak dan Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Rencana Strategis Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 2014-2019. "Namun, peraturan daerah perlu mengaturnya, maka keberadaan perda ini sangat diperlukan," ujar Sunaryo.
Dilanjutkannya, Badan untuk perlindaungan perempuan di daerah kabupaten kota sudah dibentuk yakni seperti Pusat Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak (P2TPA). Namun, instansi tersebut masih memiliki keterbatasan keweangan dan anggaran karena masih dibawah peraturan gubernur.
"Sehingga, diperlukan anggaran untuk menggerak instrumen yang dimaksud. Hal tersebut sangat didambakan masyarakat kita terutama kaum perempuan. Perda ini bentuk upaya pemda memberikan kepastian dan payung hukum apabila terjadi kekerasan terhadap perempuan," terang Sunaryo.
Politisi PAN Riau ini menerangkan, untuk penyampaian ranperda ini dalam rapat praipurna surat dari badan pembentukan peraturan daerah (bp2d) DPRD Riau telah disampaikan ranperda tentang perlindungan terhadap hak perempuan terhadap perlindungan hak dalam kasus kekerasan perempuan telah dapat dilanjutkan.
"Dan sudah diagendakan utk disampaikan dalam rapat paripurna hari ini. Untuk lebih jelas akan disampaikan kepala daerah gubernur Riau melalui Sekdaprov Riau Ahmad Hijzi dipersilahkan menyampaikan," terang Sunaryo.
Selanjutnya, Sekdaprov Riau naik podium menyampaikan tentang ranperda yang diajukan yakni Perlindungan hak perempuan dari tindak kekerasan. Sekdaprov menyebutkan, kekerasan terhadap perempuan sering terjadi baik dalam kehidupan berumah tangga, di lingkunan tempat kerja dan berbagai kehidupan sosial masyarakat. Kekerasan terhadap perempuan merupakan bentuk kejahatan kemanusiaan.
"Sehingga, ranperda ini diharapkan dapat melindungi hak perempuan dari kekerasan. Dan upaya pencegahan supaya tidak terjadi lagi kekerasan termasuk pemaksaan dan perampasan kemerdekaan," terang Ahmad.
Dijelaskannya, isu kekerasan terhadap perempuan sering dianggap sebagai masalah individu, padahal saat ini permasalahan kekerasan terhadap perempuan sudah menjadi masalah global. "Yang terekspos ke publik itu sebenarnya sudah mencapai puncaknya, padahal sebenarnya masih banyak didalamnya terjadi kekerasan terhadap perempuan," ujar Ahmad.
Segala bentuk perlindungan perempuan sebagai korban kekerasan, maka mengenai penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap wanita melalui Undang-undang No. 7 Tahun 1984, pemerintah membentuk Undang-undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT).
Dikaji dari perspektif normatif, korban kejahatan memerlukan perlindungan, secara eksplisit seperti dirumuskan di dalam Pasal 285, 286, 287, 288, dan 297 dimasukan ke dalam Bab XIV ada beberapa argumentasi dan justifikasi mengapa dalam bab ini, Pasal yang dirumuskan khusus bagi korban yang berjenis kelamin perempuan adalah Pasal 285 tentang perkosaan, Pasal 286 tentang persetubuhan dengan perempuan yang tidak berdaya atau pingsan, Pasal 287 tentang persetubuhan dengan perempuan di bawah umur, Pasal 288 tentang persetubuhan dengan istri yang masih di bawah umur dan Pasal 297 tentang perdagangan perempuan dan anak laki-laki. Namun demikian beberapa pasal tersebut diberlakukan pemberatan dengan penambahan 1/3 (sepertiga) pidana pokok sebagai diatur dalam pasal 291.
Sekdaprov menjelaskan kasus kekerasan terhadap perempuan di Riau terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Berdasarkan data dari Pusat Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak (P2TPA) terjadi tren peningkatan kekerasan terhadap kaum perempuan pada tahun 2014 sebanyak 361 kasus. "Kemudian meningkat menjadi 475 kasus pada tahun 2015. Sementara sudah tercatat sebanyak 385 kasus sampai Agustus 2016 ini," papar Ahmad.
Kendati diakui, kata Sekdaprov Riau ini, pemerintah sudah menerbitkan undang-undang (uu) dan peraturan menteri untuk perlindungan hak perempuan dari kekerasan dan perlindungan anak. Yakni Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT).
Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pengendalian Gratifikasi Di Lingkungan Kementerian Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak dan Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Rencana Strategis Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 2014-2019. "Namun, dalam pelaksanaan masih banyak terjadi kasus terhadap perempuan karena berbagai faktor," terang Ahmad.
Dilanjutkannya, kasus kekerasan perempuan dalam pelaksanaan kehidupan rumah tangga masih enggan karena dianggap aib keluarga. "Kemudian,terjadi karena korban memiliki rasa takut dan malu dan korban merasa tertekan bila kasusnya bila diketahui orang lain," terang Ahmad.
Sekdaprov menerangkan kekerasan terhadap perempuan mempunyai dimensi yang luas, karena itu penanganannya lintas sektor. Perlindungan merupakan kewajiban pemerintah, pemerintah daerah serta masyarakat. "Tidak hanya perlindungan kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga, kekerasan terhadap perempuan dalam lingkungan kerja, namun termasuk perlindungan dari perdagangan manusia," terang Ahmad.
Dilanjutkannya, penanganan kasus terhadap perempuan dilakukan secara terpadu juga sudah ditangani komponen lain, seperti LSM dan Pusat Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak (P2TPA) yang tersebar di seluruh kabupaten kota di Riau.
"Namun, belum dpt menjalankan tugas dengan optimal, karena pendanaan payung hukumnya masih dalam bentuk peraturan gubernur (pergub). Makanya, hari ini gubernur Riau menyampaikan ranperda utk dpat disetujui menjadi perda menjadi payung hukum melindungi hak perempuan. Untuk itu kita harapkan dapat dapat mengagendakan pembahasan ranperda yang disampaikan," terang Ahmad.
Selanjutnya dilakukan penyampaian secara resmi draft ranperda dari Kepala Daerah Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman yang diwakili Sekdaprov Riau Ahmad Hijazi kepada Wakil Ketua DPRD Riau Sunaryo didampingi Wakil Ketua DPRD Riau Manahara Manurung. Setelah itu, Sunaryo menutup rapat paripurna.
"Dengan sudah disampaikannya secara resmi draft Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Perlindungan hak perempuan dari tindak kekerasan oleh Kepala Daerah.oleh Kepala Daerah Gubernur Riau yang diwakili Sekdaprov Raiu tadi maka berakhirlah rapat paripurna ini," pungkas Sunaryo. (adv)