Menteri LHK dan Kapolri Nyatakan Perang

Kamis, 08 September 2016 - 07:40 WIB
Kapolri Jenderal Tito Karnavian melakukan salam komando dengan Menteri LHK Siti Nurbaya, usai rapat internal di Gedung Manggala Wanabakti, Rabu (7/9).

JAKARTA (RIAUMANDIRI.co) - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya bersama Kapolri Jenderal Tito Karnavian, sepakat menyatakan perang terhadap kejahatan kebakaran hutan dan lahan. Khususnya terhadap kebakaran yang terjadi karena disengaja. Kesepakatan itu tercapai dalam pertemuan internal antara dua pucuk pimpinan tersebut, Rabu (7/9), Menteri di Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta.

"Ada beberapa hal yang kami bicarakan dan menghasilkan beberapa kesepakatan. Terutama untuk menyikapi dinamika terakhir dari kasus penyanderaan staff KLHK di Riau, serta penegakan hukum kasus Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) ke depan," terang Menteri Siti Nurbaya.

Menurut Menteri Siti, pihaknya bersama Polri akan melangkah sesuai dengan aturan hukum. "Kami juga sepakat untuk tidak ada lagi argumentasi, asumsi-asumsi, praduga-praduga analisis atau wacana analisis di ruang publik, karena itu akan membingungkan masyarakat. Jadi bilamana ada statemen dan tindakan, harus sesuai aturan hukum saja," tambahnya.

Menurutnya, untuk tahun ini, kondisi Karhutla terburuk terjadi pada medio 23-29 Agustus kemarin lalu, di Provinsi Riau. Salah satunya terkait munculnya titik panas di atas lahan yang dikelola PT Andika Pratama Sawit Lestari (APSL) di Rokan Hulu. Asap mulai pekat pada tanggal 27-28 Agustus.

"Andai saja tidak ada kejadian itu, maka sebenarnya tahun 2016 ini bisa dikatakan Indonesia berhasil mengatasi asap, yang selama ini selalu merugikan masyarakat dan menjadi sorotan dunia internasional. Saat ada kejadian itu, maka harus dilakukan tindakan," tambahnya.

Selain itu, tambah Menteri Siti, pihaknya dan Polri juga kompak mengawal penanganan kejahatan Karhutla. Berbagai modus yang terindikasi muncul berkaitan dengan kejahatan lingkungan ini, akan dijadikan momentum untuk bersama-sama mengatasi, memperbaiki dan menyelesaikannya.

KLHK juga tetap melanjutkan penegakan hukum Karhutla dengan pendekatan multidoors (banyak pintu). KLHK menangani hukum administratif (perizinan) dan hukum perdata. "Sedangkan untuk hukum pidana, yang paling terdepan adalah Pak Kapolri dan jajarannya. Sambil juga tetap dengan kami secara terus menerus melakukan konsultasi (di bidang lingkungan hidup dan kehutanan)," ujarnya lago.

Sementara terkait kasus penyanderaan yang dialami petugas KLHK, Siti Nurbaya mengatakan Polri akan melakukan pemeriksaan secara menyeluruh.

"Saya juga ingatkan kepada masyarakat, kiranya memahami bahwa akses kelola kawasan hutan untuk masyarakat, sudah ada skema-skema perhutanan sosial yang disiapkan pemerintah. Jadi akses untuk mengelola hutan itu, ada mekanismenya, ada jalurnya dan ada aturan-aturannya," ujarnya lagi.

Hal senada juga disampaikan Kapolri Jenderal Tito Karnavian. Dikatakan, Polri sangat mendukung upaya-upaya dari KLHK bersama-sama untuk menangani Karhutla, karena di dalamnya ada unsur pidana yang terjadi seperti pembakaran yang disengaja.

Khusus terkait Karhutla di Riau, Kapolri mengatakan ada beberapa permasalahan yang tengah menjadi sorotan. Seperti dikeluarkannya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) oleh Polda Riau, terhadap 15 perusahaan tersangka Karhutla tahun 2015 lalu.

"Saya mau menekankan bahwa SP3 ini terjadi pada bulan Januari-Mei 2016. Saya sendiri baru menjabat pada bulan Juli. Untuk itu saya melakukan evaluasi, mengirimkan tim dari Propam dan dari Bareskrim untuk menilai proses keluarnya SP3 tersebut. Hasil dari kesimpulan dari SP3 itu sudah saya sampaikan pada saat RDP (rapat dengar pendapat, red) dengan Komisi III. Seperti tidak cukup bukti, pembakarnya siapa dan ada yang kebakaran dari luar lahan masuk ke lahan serta alasan lainnya," terang Kapolri.

Karena SP3 adalah produk hukum, maka sesuai ketentuan, SP3 itu hanya bisa dibuka kembali bilamana ada praperadilan. Jadi siapa pun pihak-pihak yang merasa dirugikan, boleh mengajukan praperadilan. "Jika nanti praperadilan itu diterima, maka kasus itu bisa kita buka kembali," terangnya.

SP3 Hanya di Mabes Kapolri juga mengakui, masalah Karhutla yang melibatkan korporasi, cukup sensitif. Dalam hal ini, pihaknya telah membuat kebijakan, bahwa yang berhak mengeluarkan SP3 terhadap kasus Karhutla yang melibatkan perusahaan, hanya Mabes Polri.

"Jadi kebijakan ini bukan untuk yang sudah terjadi, tapi ke depan," terang Kapolri lagi.

Ditambahkannya, SP3 hanya dapat dilakukan setelah gelar perkara di Mabes Polri, yang dilakukan di depan tim gabungan Mabes Polri dari kewilayahan, ada dari Bareskrim, Propam, hukum dan pengawasan umum. Bila perlu, dalam gelar perkara itu pihaknya juga akan mengundang instansi lain seperti KLHK, masyarakat hingga pengamat yang dinilai mengetahui.

"Jadi bila pun ada SP3, bisa dilakukan secara terbuka dan tidak ada dugaan yang aneh-aneh. Ini kebijakan saya ke depan," terangnya.

Sementara terkait aksi penyanderaan petugas KLHK di Rohul, Kapolri mengatakan pihaknya akan menurunkan tim dari Mabes Polri. "Tadi saya sudah membawa Kadiv Propam ke sini, minta Kadiv Propam untuk turun langsung ke sana (Riau, red). Kita akan selidiki secara komprehensif," ujarnya lagi. (rls, ara, ral, sis)

Editor:

Terkini

Terpopuler