PEKANBARU (RIAUMANDIRI.co) - Masih rendahnya realisasi serapan APBD Riau tahun 2016 di 10 satuan kerja perangkat daerah di Pemprov Riau, dinilai karena instansi-instansi tersebut menganggarkan kegiatan yang tidak realistis.
Kondisi itu diperparah dengan masih minimnya kemampuan di sejumlah SKPD tersebut, dalam merealisasikan program dan kegiatan yang telah dicanangkan. "Harusnya, program dan kegiatan yang disusun mesti realistis dan
SKPD bisa dilaksanakan. SKPD jangan hanya mengejar pagu anggaran tinggi saja, tapi tidak bisa mengerjakannya. Itu sia-sia," ujar Koordinator Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Riau, Usman, Senin (5/9).
Tidak hanya itu, pihaknya juga menilai, DPRD Riau juga ikut berperan, karena lembaga itu yang mengesahkan anggaran yang diajukan. "Kondisi ini juga seharusnya menjadi pelajaran bagi Dewan, khususnya terkait fungsinya sebagai pengawas anggaran," tambahnya.
Menurutnya, dari tahun ke tahun, SKPD di Pemprov Riau kerap menganggarkan kegiatan dan program tidak realistis dan tidak terukur. Hal ini yang membuat serapan APBD dari tahun ke tahun tak maksimal.
"Yang dirancang tinggi-tinggi, tapi tidak bisa mengukur bagaimana kinerja yang harus dilakukan," tambahnya.
Di sisi lain, pihaknya juga menilai peran DPRD Riau, karena terkesan tidak bisa melakukan pengawasan sampai ke titik persoalan. Bila tahu kondisinya seperti selalu, DPRD harus terus mengevaluasi setiap pengajuan anggaran yang diusulkan SKPD. Bila sebuah SKPD dinilai tak mampu, sebaiknya anggaran yang diajukan ditolak saja.
Menurut Usman, pihaknya memberikan apresiasi kepada Gubri Arsyadjuliandi Rachman, yang telah memberikan penilaian terhadap seluruh SKPD di Pemprov Riau. Namun pihaknya juga mengingat, setelahnya harus ada pengawasan. Sehingga hasil evaluasi tersebut bisa diperbaiki.
Sementara ketika disinggung tentang dugaan adanya intervensi dari pihak lain yang disebut-sebut ikut mengganggu lancarnya kegiatan di SKPD, Usman menilai hal itu tidak ada kaitannya dan tak layak dijadikan alasan.
"Setiap program bila dilaksanakan dengan baik, tidak akan memunculkan persoalan. Kalau ada ancaman, itu juga tak seharusnya ditakuti, karena semua ada mekanisme hingga jalur hukumnya. Negara ini bukan milik segelintir orang tapi milik semua lapisan masyarakat. Kalau itu dijadikan alasan, tak masuk akal dan bisa diterima publik," tegasnya.
Optimis Capai Target Sementara itu, beberapa Kepala SKPD yang mendapat rapor merah tersebut, mengaku optimis serapan APBD di instansi yang mereka pimpin, bisa mendapai target. Yakni mencapai 80 hingga 90 persen pada akhir tahun mendatang.
Keterlambatan serapan anggaran saat ini, lebih disebabkan banyak kegiatan mereka yang baru bisa dijalankan pada bulan Juli hingga Desember.
Seperti dituturkan Kepala Dinas Cipta Karya dan Sumber Daya Air, Dwi Agus Sumarno, di dinasnya, beberapa proyek yang telah ada pemenangnya sudah mulai bergerak. Secara perlahan pula serapan anggarannya akan semakin meningkat.
"Kegiatan kami bukannya tidak bergerak, tapi proses tendernya yang lamban. Dari awal Januari, semua kegiatan kami harus menunggu proses evaluasi dari Kemendagri, mana yang bisa dikerjakan dan mana yang tidak," terangnya.
"Sekarang saja sudah banyak kegiatan kami yang berjalan, kita lihat nanti di bulan Oktober bisa mendapai di atas 40 persen," tambahnya.
Lebih jauh ia menjelaskan, pada APBD 2016 ini, pihaknya hanya sanggup menjalankan kegiatan dengan pagu anggaran sebesar Rp441 miliar dari anggaran sebesar Rp876 miliar. Karena setelah dievaluasi Kemendagri, banyak kegiatan yang ternyata bukan kewenangan Dinas Ciptada Riau.
Dengan demikian pihaknya kembali akan menganggarkan kegiatan di APBD Perubahan. Dan itupun kegiatannya tidak bisa menghabiskan anggaran sebesar sisa dari hasil evaluasi. Dari kegiatan yang dimasukkan di APBD Perubahan sebesar Rp279 miliar.
Hal senada juga disampaikan Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Syahrial Abdi. Ia optimis serapan realisasi APBD pada bulan Oktober langsung meningkat. Karena di dinas yang dipimpinnya, semua kegiatannya berbentuk fisik, sehingga banyak kegiatan yang dilelang baru bisa berjalan di pertengahan tahun.
"Insya Allah di bulan Oktober hinggan November realisasi APBD kita mencapai 80 persen. Kita sesuai jadwal, jadi semua kegiatan kami ini terikat dengan kontrak. Otomatis pembayaran kepada pihak kontrakror itu kalau pengerjaan mereka sudah selesai," jelas Syahrial Abdi.
Sedangkan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Riau, Kamsol, juga menjelaskan bahwa semua kegiatan di Dinasnya masih dalam proses pengerjaan, dan juga ada yang masih dalam proses penunjukan pemenang lelang.
Termasuk untuk pembayaran proyek juga menunggu semua pengerjaan sudah selesai. Jika telah selesai barulah dibayarkan besaran anggaran yang telah dikerjakan.
"Target kami berkisar diangka 80-90 persen. Banyak kegiatan fisik yang belum dibayarkan. Sambil berjalan kegiatan lainnya juga akan terus bergerak hingga akhir tahun ini," jelas Kamsol.
Bola Liar Terpisah, pengamat Ekonomi Riau, Eka Arnas menilai, rendahnya serapan APBD di 10 SKPD tersebut, adalah bola liar bagi kepemimpinan Gubri Arsyadjuliandi Rachman. Karena itu, kondisi itu harus cepat dievaluasi.
"Itu adalah bola liar bagi Gubri, jadi jika dari 10 SKPD tersebut tidak mampu dan tidak layak dengan jabatannya lakukan assesment ulang saja,"ujarnya.
Menurutnya, langkah tegas itu perlu dilakukan, supaya apa yang menimpa pada 10 SKPD tersebut, tidak menjalar ke SKPD lain.
"Sebenarnya, ketika APBD disahkan, tidak ada alasan tidak bisa melaksanakan. Yang harus diingat, APBD masih menjadi salah satu faktor utama untuk menggerakkan perekonomian daerah," tambahnya.
Seperti dirilis sebelumnya, 10 SKPD yang mendapat rapor merah itu adalah Dinas Komunikasi Informasi, Dinas Cipta Karya dan Sumber Daya Air, Dinas ESDM, Dinas Perkebunan, RS Petala Bumi, Dinas Perikanan, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, BPBD, Dinas Pertanian dan Peternakan, dan urusan kepala daerah dan wakil kepala daerah. (her, nur, nie)