PEKANBARU (HR)-Komisi C dan Pemprov Riau sudah sepakat meminta pertanggungjawaban dari manajemen salah satu Badan Usaha Milik Daerah, yakni PT Sarana Pembangunan Riau. Jika dinilai tidak sesuai dengan harapan, maka posisi direktur utama yang kini dijabat Akil Rahman, bisa saja dijatuhi sanksi berupa penonaktifan.
Menurut Ketua Komisi C DPRD Riau, Aherson, Senin kemarin, pihaknya berencana melakukan audit investigatif terhadap PT Sarana Pembangunan Riau (SPR). Hal itu disebabkan Dewan melihat adanya sejumlah permasalahan yang meliputi salah satu BUMD Riau tersebut. Di antaranya, baik Dewan maupun Pemprov Riau sama sekali belum menerima hasil audit terhadap BUMD tersebut.
Selain itu, kontribusi yang diberikan PT SPR juga dinilai sangat minim. Sejauh ini, BUMD itu baru memberikan dividen sebesar Rp7 miliar. Sementara dana APBD yang telah disedot mencapai Rp49 miliar. Menurutnya, audit investigatif berkemungkinan dilakukan setelah adanya hasil audit dari BPKP.
Menurut Aherson, baik Dewan maupun Pemprov Riau sudah sepakat mendalami PT SPR. Termasuk mengambil langkah-langkah yang dinilai perlu. "Salah satunya menonaktifkan Dirut dan segala macamnya," ujarnya lagi.
Namun sebelum langkah itu dilakukan, Komisi C akan terlebih dahulu meminta pertanggungjawaban dari pihak manajemen. Khususnya terkait penggunaan modal yang berasal dari APBD Riau.
Jangan Sekadar Rekomendasi
Terkait hal itu, peneliti kebijakan angaran publik Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Riau, Triono Hadi mengatakan, pihaknya mendukung langkah yang akan ditempuh Komisi C DPRD Riau tersebut. Khususnya terkait permintaan kepada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Perwakilan (BPKP) Perwakilan Riau menggesa audit keuangan PT SPR.
Namun ia berharap, rencana itu tidak hanya rekomendasi politik saja. Namun harus direalisasikan.
"Kita sangat mendukung inisiatif dewan untuk meminta adanya audit terhadap PT SPR. Namun jangan hanya rekomendasi politik saja," ujar Triono.
Pihaknya juga berahrap inisiatif serupa juga dilakukan Pemprov Riau. "Minta audit sama BPK (Badan Pemeriksa Keuangan,red). Itupun kalau masih dipercaya," lanjutnya.
Senada dengan Dewan, Triono juga menilai, kontribusi PT SPR yang memiliki banyak bidang usaha mulai dari hulu migas, SPBU, jasa perhotelan dan lainnya, sangat kecil. Dari pengamatan pihaknya, sumbangan PT SPR ke Pemprov Riau tidak lebih dari Rp7 miliar.
"Apalagi kita tidak mengetahui bagaimana pengelolaan minyak di Blok Langgak tersebut. Apakah dikerjakan sendiri atau melibatkan pihak lain. Karena selama ini tidak pernah terpublikasi kinerja dari PT SPR. Artinya, kalau dibandingkan dengan usaha yang dimiliki, angka segitu kecil lah," paparnya.
Saat ditanya apakah dalam proses audit yang dilakukan, Direktur Utama (Dirut) PT SPR, Rachman Akil, perlu dinonaktifkan, Triono menegaskan hal tersebut sah-sah saja. Asalkan untuk kepentingan audit.
"Boleh dinonaktifkaan, dengan dasar yang jelas. Kalau hasil auditnya tidak terbantahkan, wajar kalau Dirutnya dinonaktifkan. Kalau perlu dipecat," pungkasnya.***