PASIR PENGARAIAN (Riaumandiri.co) - Musim kemarau yang melanda sejumlah wilayah Kabupaten Rokan Hulu sejak sebulan terakhir mulai mengusik kehidupan masyarakat. Sumur mengering, mandi terancam, apalagi mencuci pakaian semua serba terancam. Bagi orang dewasa, kondisi ini tentu dapat memaklumi karena musim kemarau bukan ciptaan manusia tapi sudah ketentuan Tuhan sang pencipta.
Namun disisi lain, negara besar seperti Indonesia memiliki tanggung jawab besar dalam menyikapi setiap cobaan atau persoalan yang terjadi akibat perubahan iklim. Misalnya di musim kemarau, pemerintah telah membuat program melalui pembangunan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang dikelola oleh daerah dan Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas) yang dibangun di setiap desa.
“Tahun 2015 lalu Kabupaten Rokan Hulu, mendapat bantuan pembangunan saluran air bersih dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sebanyak lima unit. Untuk tahun 2016 Kabupaten Rohul kembali mendapat bantuan dari APBN Murni sekitar Rp10,2 miliar," ekspos Tetty Herawati, menjawab Haluan Riau, di ruang kerjanya belum lama ini.
Dana sebesar itu, kata Tetty, diperuntukan untuk penambahan kapasitas air bersih lengkap dengan pipanya. Dengan rincian, Kecamatan Ujungbatu Rp5 miliar, Rambah Hilir Rp3 miliar, dan pengadaan pipa sekitar Rp1,8 miliar.
Akan tetapi, seorang anak di pasir Pengaraian, Resi (8) yang masih duduk di kelas 1 SD di salah satu sekolah di Pasir Pengaraian, di suatu pagi saat terjaga dari tidurnya lalu beranjak ke kamar mandi untuk mandi -maklum setiap pagi sebelum pergi ke sekolah Resi lebih dulu mandi- Tapi malang, ketika menimba air dari sumur miliknya, ia mendapati butiran butiran pasir menempel di timba miliknya. Lalu Ia berteriak memanggil ibundanya ”Mak, Resi mandi di mana?”
Ya, mau kemana lagi, bangun pagi anak-anak langsung minta mandi. Apalagi sibungsu, Rasi, selama air sumur kering setiap pagi selalu bertanya, "Rasi mandi di mana mak?" Karena anak sudah biasa mandi pagi, terpaksa diajak mandi ke Sungai Rokan (Sungai Batang Lubuh).
Air dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) tidak masuk kerumah di kawasan tersebut. "Untuk kebutuhan air minum dan masak nasi keluarga disana membeli air isi ulang dengan harga Rp4000 per tabung," keluh Roma (39) ibu Rasi, warga Luba Hilir, saat ditemui Riaumandiri.co, di Sungai Rokan Kanan, tepatnya di Ngarai, Ahad (28/8/2016).
Keputusan Roma, mengajak anaknya mandi di Sungai Rokan, tidak berlebihan jika diberikan apresiasi. Soalnya, untuk sampai ke Sungai Rokan dibutuhkan perjuangan keras. Yang pertama, harus bisa menjaga keselamatan diri dan keluarga dalam perjalanan menuju sungai Rokan, dengan menggunakan sepeda motor. Kedua, setibanya di sungai Rokan, Ia juga jadi penjaga untuk mengawasi anak-anaknya jangan sampai hanyut terseret arus.
Dampak kemarau yang melanda Rokan Hulu, sebulan terakhir juga dirasakan warga Desa Pasir Makmur, Kecamatan Rambah Samo, Kabupaten Rokan Hulu. Nika Wahyu (23) warga Desa Pasir Makmur, Kecamatan Rambah Samo, mengaku selama musim kemarau berlangsung semua sumur warga di daerah tersebut mengalami kekeringan. Untuk memenuhi kebutuhan air, warga setempat terpaksa menggunakan air embung untuk dijadikan sebagai sarana mandi dan mencuci secara beramai-ramai.
“Disini (Desa Pasir Makmur) sebenarnya sudah dibangun Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas) berbentuk sumur gitu, oleh Pemerintah. Tapi airnya kering. Makanya orang sini semua mulai dari jam 16.00 wib sampai jam 18.00 wib mandi dan mencuci di embung,” ungkap Nika Wahyu, kepada Riaumandiri.co.(gus/n44)