JAKARTA (riaumandiri.co) -Rasio suku bunga kredit pemilikan rumah (KPR) yang rendah bisa menjadi faktor utama untuk mendorong penyaluran kredit perumahan. Bank Indonesia (BI) melaporkan sebagian besar responden berpendapat bawah alasan utama yang dapat menghambat pertumbuhan bisnis properti adalah suku bunga KPR, dengan persentase responden 20,38 persen.
Berdasarkan lokasi, suku bunga tertinggi KPR terjadi di Nusa Tenggara Timur (NTT) sebesar 13,81 persen, sedangkan suku bunga KPR terendah berada di Nanggore Aceh sebesar 10,43 persen. Untuk wilayah DKI Jakarta rata-rata suku bunga kredit rumah pada level 12,00 persen. Suku bunga KPR masih jauh ke arah single digit.
Tak hanya itu, alasan responden menahan diri untuk mengajukan KPR karena rasio uang muka atau down payment (DP) rumah masih tinggi dengan persentase responden 18,26 persen, kenaikkan harga bahan bangunan dengan persentase responden 16,01 persen serta perijinan dan pajak dengan persentase 15,66 persen.
Direktur Ritel Banking PT Bank Mandiri Tbk Tardi, mengatakan pihaknya masih menawarkan bunga KPR rendah untuk nasabah KPR baru yaitu 8,5 persen untuk fix 3 tahun. Sedangkan, nasabah KPR lama masih memperoleh bunga mengikuti bunga pasar, dan belum ada rencana untuk penurunan bunga KPR.
"Sementara bunga ini masih cukup kompetitif. Dan sudah single digit,” kata Tardi, Jumat (12/8). Saat ini, Bank Mandiri mencatat rata-rata suku bunga KPR 10,25 persen per Juni 2016.
Sependapat, Direktur Konsumer PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Henry Koenaifi menyampaikan, BCA belum ada rencana untuk memangkas suku bunga KPR karena pada saat penurunan bunga kredit harus diputukan dalam assets and liabilities commitee (ALCO).
"Bunga KPR BCA sudah paling rendah,” terangnya.
Bank yang terafiliasi oleh Grup Djarum ini memberikan bunga KPR dengan tingkat 7,99 persen untuk 3 tahun sampai 6 tahun pertama. Kemudian, bunga KPR akan naik menjadi 8,99 persen untuk 3 tahun berikutnya. Dengan bunga yang rendah ini, BCA menargetkan pertumbuhan KPR sebesar 8-10 persen di tahun 2016.(kon/mel)