Jakarta (riaumandiri.co) - Kontingen Indonesia terbang ke Brasil dengan sebuah misi besar. Pasukan 'Merah Putih' bertekad untuk mengembalikan tradisi emas olimpiade.
Indonesia mengemban misi super dalam Olimpiade 2016 Rio de Janeiro yang akan dibuka 5 Agustus dan ditutup 21 Agustus nanti. Kali ini kontingen Indonesia memboyong 28 atlet yang turun dalam tujuh cabang olahraga. Dari jumlah itu cuma tiga atlet yang olos ke Rio lewat jalur wildcard.
Jumlah itu meningkat ketimbang empat tahun lalu di London. Kala itu, Indonesia meloloskan 21 atlet. Satu modal bagus untuk menyelesaikan misi itu.
Pada Olimpiade 2012 di London itu, Indonesia meraih hasil paling muram sejak 1992 di Barcelona. Tak satupun emas didapatkan. Malah, bulutangkis yang konsisten menyumbangkan emas gagal meraih medali satupun.
Angkat besi menjadi penyelamat buat Indonesia hingga tak pulang dengan tangan kosong. Duo lifter, Triyatno dan Eko Yuli Irawan, masing-masing menyumbangkan perak dan perunggu.
Kini, empat tahun berlalu sejak hasil kurang memuaskan di London itu. Agar tak terperosok ke lubang yang sama, beberapa perubahan dibuat. Kendati sempat muncul ganjalan lewat masalah-masalah klasik, seperti perlengkapan dan peralatan tanding, perbaikan sudah dibuat di sana-sini. target juga dibuat. Pemerintah mencanangkan raih dua emas dari Olimpiade Rio sebagai tujuan.
Kementerian Pemuda dan Olahraga memberikan suntikan motivasi dengan caranya sendiri. Kemenpora Imam Nahrawi mewujudkan jaminan hari tua dengan memberikan pensiun kepada para peraih medali di olimpiade. Peraih emas dijamin untuk mendapatkan Rp20 juta, perak Rp15 juta, dan perunggu Rp10 juta. Kapanpun seorang atlet pensiun dari profesinya uang pensiun bisa diterima. Hanya, dana tak bisa diwariskan. Selain itu, Imam juga menjanjikan bonus Rp 5 miliar buat penyumbang medali emas.
Jika sebelumnya Chef de Mission (CdM) ditunjuk jeda beberapa hari menjelang pengukuhan kontingen, tidak kali ini. Ketua Umum PB ISSI yang juga bos Mahkota Promotion, Raja Sapta Oktohari, diberi mandat sebagai CdM jauh-jauh hari sebelum pengukuhan kontingen. Dia telah mendampingi para atlet sejak mereka masih berada dalam periode berebut tiket olimpiade. Jadi, tak akan ada lagi celetukan CdM tak kenal atlet. Atau CdM terkejut atlet yang dibawa ternyata tidak dalam kondisi fit, cedera, dan lain sebagainya. Tidak akan ada lagi CdM yang menanggung getahnya.
Nah, dengan perbaikan-perbaikan itu semestinya Indonesia mempunyai modal lebih meyakinkan untuk bertarung di olimpiade nanti. Apalagi jika berpegang kepada prinsip 'mempertahakan lebih sulit ketimbang merebut' semestinya jalan CdM untuk mendampingi para atlet untuk meraih emas saat ini lebih mudah, bukan?
Hal-hal kecil juga diperhatikan. Misalnya, uang saku atlet yang sudah dibagikan sebelum atlet tiba di bandara Soekarno-Hatta. Tidak lagi dalam rupiah tapi sudah berupa lembaran USD dan saat sudah repot mendorong koper besar di bandara.
Perbaikan juga dibuat oleh dua kepengurusan yang menjadi tumpuan medali emas pada tiap olimpiade: bulutangkis dan angkat besi.
Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI) membuat perubahan besar-besaran setelah kegagalan di London. Kendati kemunculannya tak segresif di tahun pertamanya menjabat sebagai ketua umum PP PBSI, Gita Wirjawan berhasil membuat revolusi di induk organisasi tepok bulu itu.
Salah satu yang paling mencolok adalah memulangkan pelatih-pelatih terbaik Indonesia yang merantau ke negara lain. Dia juga membuat atlet lebih bertanggungjawab dengan prestasi masing-masing dengan digulirkannya sistem kontrak individu pemain.
Terobosan juga dibuat angkat besi. Pengurus Besar (PB) Persatuan Angkat Besi dan Angkat Berat Seluruh Indonesia (PABBSI) mendatangkan ahli nutrisi yang mempunyai pengalaman panjang di angkat besi dan bertugas bak satpam, dari pagi sampai pukul 23.00 WIB.
Mereka juga mengatur makanan sendiri setelah keluar dari Hotel Century Athlete, Senayan, Jakarta. Pemindahan lokasi training camp itu bepengaruh positif terhadap kebiasaan makan tujuh lifter yang ke Rio.
Selain itu, panahan juga menunjukkan peningkatan dalam raihan tiket ke Olimpiade Rio ini. Tak hanya mengirimkan pemanah putri, Ika Yuliana Rochmawati, PP Perpani berhasil mengirimkan tiga pemanah untuk turun ke nomor beregu putra.
Dari luar arena, kalangan film juga menunjukkan kepedulian dengan merilis film 3 Srikandi menjelang pembukaan Olimpiade 2016, yakni pada 4 Agustus. Film itu membuka lagi nostalgia keinginan tiga pemanah putri, Lilies Handayani, Nurfitriyana Saiman, dan Kusuma Wardhani, untuk meraih medali bagi Indonesia pada Olimpiade 1988.
Kini saatnya menyaksikan perjuangan atlet di atas panggung masing-masing. Kita yang berada di sini bertugas memberi doa dan semangat kepada mereka. Ayo, bawa pulang emas dari Rio! (dtc/ril)