JAKARTA (riaumandiri.co)-Cerita koordinator KontraS, Haris Azhar, yang mengaku mendapat pengakuan dari terpidana mati gembong narkoba, Freddy Budiman memasuki babak baru. sebagai buntut dari ceritanya yang diungkap melalui media sosial tersebut, ia pun laporkan Koordinator
ke Bareskrim Polri atas dugaan pencemaran nama baik.
Laporan disampaikan tiga instansi, yakni Badan Narkotika Nasional, Polri dan TNI. Terkait laporan itu, sejauh ini status Haris baru setahap saksi.
Terkait adanya laporan itu, dibenarkan Direkrut Tindak Pidana Umum Bareskrim Brigjen Agus Andrianto, Rabu (3/8). "Saya dengar iya, ada (laporannya). Iya (atas dugaan pencemaran nama baik dan UU ITE)," ujarnya.
Menurutnya, laporan itu masuk ke Bareskrim pada Selasa (2/8) kemarin. Saat ditanya apa langkah selanjutnya, Agus pun memberikan jawaban. "Saya masih di Sumut, saya belum baca laporannya," tutupnya.
Terpisah, Kabag Penum Polri Kombes Martinus Sitompul, juga membenarkan hal itu. Namun ia menegaskan, Haris belum ditetapkan sebagai tersangka, melainkan baru sebatas saksi.
"Masih terlapor. Kan belum diperiksa, baru kemarin (Selasa) laporannya.
(Dugaan) Fitnah dan pencemaran nama baik. Iya sama (ITE)," terangnya.
Sementara itu, Haris mengatakan, dirinya belum ada menerima surat pemberitahuan penetapan tersangka. "Sementara terlapor," ujar Haris dalam pesan singkatnya kepada detikcom.
Pelaporan nama Haris Azhar ke Bareskrim berawal setelah Haris mengaku mendapat pengakuan langsung dari terpidana mati Freddy Budiman. Haris menyatakan menerima penuturan Freddy Budiman di LP Nusakambangan, Jawa Tengah, tahun 2014 lalu.
Namun pengakuan Freddy tersebut tak direkam. Karena itu Haris tidak membawa barang apa pun ke dalam Lapas, saat pertemuan itu terjadi.
Apa yang disampaikan Freddy ke Haris sungguh mengejutkan. Haris menyebut, Freddy bercerita mengenai sepak terjangnya selaku gembong narkoba. Dan pengakuan Freddy, selama berkarier di dunia hitam, dia bekerja sama bahkan menyetor kepada oknum penegak hukum, mulai dari Bea Cukai, Polisi, BNN hingga TNI.
Saat itu Freddy memang ingin bertemu Haris, dia menuturkan kisahnya sebagai operator bandar narkoba. Bos besarnya ada di Cina.
Freddy yang telah dieksekusi mati atas kepemilikan 1,4 juta butir pil ekstasi, mengaku harga per butir ekstasi dari pabrik di Cina Rp5 ribu. Kemudian dia bekerja sama dengan oknum-oknum mulai dari perizinan masuk barang sampai penegak hukum. Mereka kerap menitip harga mulai dari Rp10 ribu sampai Rp20 ribu per butir.
"Freddy mengaku dia bisa menjual Rp200 ribu per butir dan dia tak masalah ketika oknum Bea Cukai, oknum polisi, dan oknum BNN ikut menitip harga per butirnya," ujar Haris, beberapa waktu lalu, setelah ceritanya beredar di media sosial.
Harus Tanggung Jawab
Ketika dikonfirmasi, Kepala BNN Komjen Budi Waseso juga membenarkan pihaknya menyampaikan laporan tersebut. Dikatakan, laporan itu sebagai tuntutan pertanggungjawaban kepada Haris.
"Artinya kita berikan laporan sebagai pertanggjawaban hukum karena ini negara hukum. Kedua, kita justru agar segera direspons Pak Haris sehingga Pak Haris akan berikan fakta akurat," terangnya.
Buwas mengakui laporan itu dibuat bersama-sama dengan Polri dan TNI dengan pasal pencemaran nama baik. Pelaporan dibuat bukan atas nama perorangan tapi institusi.
"Ini sudah dipublish, sudah menjadi konsumsi publik, ada pengaruhnya kepada pubik. Ini harus betul-betul ada pertanggungjawabannya," tegasnya.
Buwas menyebut informasi yang disebarkan oleh Haris Azhar bisa membuat masyarakat yakin seolah-olah hal itu terjadi, padahal belum tentu benar karena harus dibuktikan.
"Ini menyangkut kredibilitas institusi. Kalau 2014 terjadi, seyogiaya beliau menyampaikan kepada institusi atau lembaga yang bersangkutan, karena kita punya fungsi untuk penanangan ke internal. TNI ada, Polri ada, BNN ada, tapi ini tidak," terang mantan Kabareskrim itu.
"Di kala Freddy Budiman dihukum mati, itu baru dimunculkan. Ini ada apa, ini yang kita harus tahu. Apa tujuannya? Dan ada apa, kenapa setelah Freddy dieksekusi baru dipublish?" sambungnya mempertanyakan.
Buwas juga membantah laporan ini bentuk tekanan kepada Haris karena BNN masih menelusuri kebenarannya. Justru laporan dibuat agar Haris bisa membuktikan informasinya. "Untuk mendorong percepatan, kita harus mendorong segera (pembuktian dari Haris)," kata Buwas.
Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen Tatang Sulaiman mengatakan, TNI ikut melaporkan Haris agar TNI mendapat kepastian hukum.
"TNI berharap mendapat kepastian hukum dimana pihak Kepolisian nantinya akan bersama-sama dengan pihak KontraS melakukan penyidikan dan penyelidikan untuk mengumpulkan bukti-bukti," ujarnya.
"Pengaduan seperti ini harus sesuai prosedur dan saluran yang digunakan, yaitu dilaporkan kepada aparat penegak hukum dan bukan melalui media sosial," imbuhnya.
Tatang pun memastikan bahwa laporan yang diajukan TNI ke Bareksrim bukan sebagai upaya menyeret atau memidanakan Haris semata. Dengan pengaduan tersebut, TNI berharap mendapatkan kebenaran sehingga semuanya akan bermanfaat untuk semua pihak.
"Yang terpenting adalah mendorong adanya upaya pembuktian dan kebenaran," ujarnya lagi.
Asal Fair
Menyikapi hal itu, Ketua Umum PP Muhammadiyah ke-13 Buya Syafi'i Maarif menyebut, seharusnya apa yang disampaikan Haris itu itu diselidiki lebih lanjut oleh Polri. Terkait dengan Haris yang dilaporkan balik ke polisi, Syafi'i mengatakan agar Haris menghadapinya asalkan semua proses sesuai prosedur dan terbuka.
"Selidiki saja. Ini kan belum final sama sekali. Lidik dulu kalau apa yang dilaporkan Haris Azhar harus dilakukan tindakan. Tapi kan belum pasti semua karena yang bersangkutan (Freddy) sudah meninggal, sudah dieksekusi," ujarnya.
"Hadapi saja asal sesuai prosedur hukum tidak masalah. Asal fair, terbuka, menurut saya enggak masalah," imbuh Buya. (bbs, dtc, kom, ral, sis)