PEKANBARU (riaumandiri.co)-Kebijakan penyidik Polda Riau mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan terhadap 15 perusahaan tersangka kebakaran hutan dan lahan tahun 2015 lalu, masih berbuntut.
Kebijakan itu mendapat sorotan dari DPRD Riau, yang berencana melaporkan masalah itu langsung kepada Presiden Joko Widodo.
Sementara itu, aktivis dari Wahana Lingkungan Hidup Riau meminta Polda Riau mencabut Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) tersebut. Jika tidak, organisasi pemerhati lingkungan itu berencana akan mengajukan upaya hukum praperadilan.
Menurut Sekretaris Komisi A DPRD Riau, Suhardiman Amby, pihaknya berencana akan melaporkan langsung hal itu kepada Presiden Joko Widodo dan meminta pemerintah pusat turun tangan langsung menuntaskan masalah itu.
Langkah itu ditempuh mengingat karhutla tahun 2015 merupakan yang terparah dan telah banyak merugikan kesehatan dan ekonomi jutaan masyarakat Riau.
Dewan
Bahkan kabut asap akibat Karhutla telah menelan korban jiwa. Selain itu, pihaknya juga akan memanggil Kapolda Riau untuk mempertanyakan kebijakan itu.
Ini harus presiden langsung yang turun. Kita bukan menuduh namun diyakini ada hal-hal luar biasa di balik ini, kenapa 15 sekaligus, ada masalah apa?," ujarnya, Rabu (3/8).
"Kita sudah kita sepakati untuk memanggil Kapolda. Tinggal kita menjadwalkan saja dan mencocokkan waktu," tambahnya.
Nada kecewa juga dilontarkan anggota Komisi E DPRD Riau, Muhammad Adil. Pasalnya, akibat kebakaran hutan dan lahan di Riau masyarakat sangat dirugikan. Saya sedih asap sangat merugikan masyarakat dan bahkan membunuh dan sekarang perusahaan malah dilepas," ujar Adil.
Praperadilan
Sementara itu, Walhi Riau berencana mengajukan prapeadilan, guna menyikapi keluarnya SP3 tersebut. Rencana itu disampaikan aktivis Walhi Riau, dalam aksi yang digelar di Tugu Zapin depan Kantor Gubernur Riau dan Mapolda Riau, Rabu (3/8) pagi.
Beda dengan aksi biasanya yang dihiasi dengan orasi, aksi kemarin dilakukan dengan 'bisu'. Dalam aksi tersebut, Walhi Riau membawa karikatur yang menggambarkan penderitaan ribuan masyarakat Riau saat bencana asap tahun 2015 lalu.
Mereka juga membawa sejumlah payung hitam, sebagai tanda kelamnya penegakan hukum terhadap perusahaan terduga 'biang asap' di Riau tahun 2015 lalu. Pada masing-masing, berisi huruf. Bila disatukan, payung-payung itu akan membentuk kalimat berbunyi: 'Cabut SP3'.
"SP3 ini dengan nyata telah mencederai hukum dan masyarakat Riau yang menjadi korban asap pada tahun lalu," ungkap koordinator lapangan aksi, Evan Sembiring.
Dikatakan, aksi kali ini sengaja dilakukan tanpa orasi dan teriakan karena tujuannya berbeda. Aksi kali ini dikatakannya sebagai bentuk kampanye kepada masyarakat agar melawan SP3 ini dicabut dan kasusnya dibuka kembali.
"Kalau masyarakat tidak melawan, persoalan SP3 ini hanya menjadi hangat selama seminggu. Masyarakat sudah menjadi korban asap dari pembakar lahan," kata Evan.
Evan menegaskan, Polda Riau wajib membuka SP3 ini kembali karena sebelumnya Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian sudah diingatkan Presiden Joko Widodo untuk meneliti kasus ini.
Seandainya SP3 ini tidak dibuka kembali, Walhi sudah berencana mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Pekanbaru. Segala data sudah dikumpulkan sebagai bukti di pengadilan nanti.
"Sejauh ini, sudah ada 8 item hasil investigasi yang akan dijadikan sebagai bahan pengajuan praperadilan. Dengan pengajuan ini, SP3 diharap dibuka kembali dan kasus perusahaan membakar lahan diusut lagi," tegas Evan.
Lebih lanjut, Evan menjelaskan, 15 perusahaan terduga pembakar lahan bukanlah pemain baru dalam kasus pelanggaran hukum di Riau. Perusahaan disebutnya pernah terlibat ilegal loging dan korupsi kehutanan yang menjerat beberapa pejabat tinggi di Riau.
Sebelumnya, SP3 ini menjadi perhatian berbagai kalangan, baik Lembaga Swadaya Masyarakat maupun Pemerintah Pusat. SP3 ini juga mengundang dua jenderal atau perwira tinggi berkantor di Mapolda Riau.
Kapolda Riau Brigjen Pol Drs Supriyanto juga sudah dipanggil Kapolri untuk menjelaskan kasus ini. Terakhir, kasus ini juga mendapat perhatian dari Komisi III DPR RI.
Legislator Senayan sudah ke Mapolda Riau dan meminta penjelasan langsung. Meski sudah dijelaskan panjang lebar oleh petinggi di Mapolda, Komisi III DPR belum sepenuhnya menerima dan berencana akan menggelar rapat internal.
Seperti diketahui, pada 2015 lalu, Polda Riau melakukan proses penyidikan terhadap 18 perusahaan yang diduga terlibat karhutla. 15 perusahaan di antaranya dipastikan berhenti proses penyidikannya.
18 perusahaan tersebut adalah PT Langgam Inti Hibrindo, PT Palm Lestari Makmur, PT Wahana Subur Sawit. Ketiga perusahaan perkebunan dinyatakan lengkap dan layak untuk dilanjutkan ke proses selanjutnya.
Sementara, 15 perusahaan lainnya dipastikan dihentikan proses penyidikannya, yakni PT Bina Duta Laksana, PT Perawang Sukses Perkasa Indonesia, PT Ruas Utama Jaya, PT Suntara Gajah Pati, PT Dexter Perkasa Industri, PT Siak Raya Timber, PT Sumatera Riang Lestari, PT Bukit Raya Pelalawan, PT Hutani Sola Lestari, KUD Bina Jaya Langgam dan PT Rimba Lazuardi.
11 perusahaan di atas adalah perusahaan yang bergerak di Hutan Tanaman Industri. Sementara tiga perusahaan lainnya yakni PT Parawira, PT Alam Sari Lestari, PT PAN United, dan PT Riau Jaya Utama bergerak pada bidang perkebunan.
Sengketa lahan dengan masyarakat menjadi salah satu dasar penyidik menerbitkan SP3. Selain itu, Penyidik juga berdalih kalau perusahaan-perusahaan yang dihentikan proses penyidikan ini karena penyidik tidak menemukan bukti kuat untuk melanjutkan penanganan perkaranya, baik dari pemeriksaan saksi ahli, penyidikan di tempat kejadian perkara.(dod,rud)