PEKANBARU (riaumandiri.co)-Setelah sempat menggebu-gebu menanggapi penghentian penyidikan terhadap 15 perusahaan tersangka kebakaran hutan dan lahan di Riau tahun 2015 lalu, sikap sejumlah anggota Komisi III DPR RI, berubah jadi melunak.
Perubahan sikap itu tampak setelah mereka mengadakan pertemuan dengan Kapolda Riau dan jajaran, Selasa (2/8). Pertemuan itu merupakan salah satu rangkaian kegiatan kunjungan kerja Komisi III DPR RI di Bumi Lancang Kuning.
SP3 Karhutla
Pertemuan yang berlangsung selama 3,5 jam di Ruang Tribarata Lantai II Mapolda Riau tersebut digelar secara tertutup. 80 persen materi pertemuan membahas kebijakan Polda Riau yang menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap 15 perusahaan yang diduga sebagai biang asap di Bumi Lancang Kuning, tahun 2015 lalu.
Namun tidak semua anggota Komisi III yang membidangi hukum memiliki pandangan serupa. Salah seorang di antaranya Hasrul Azwar, masih menilai penerbitan SP3 tersebut tetap harus diusut secara mendalam.
Usai pertemuan, Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Benny K Harman, menyebutkan, proses hukum yang dilakukan Polda Riau telah dilaksanakan sesuai aturan. Penyelidikan dan penyidikan terhadap 15 perusahaan dalam koridor hukum yang berlaku. Secara kelembagaan, Benny menghargai putusan Polda tersebut.
"Komisi III (DPR RI) menghormati dan mendukung Polda Riau menuntaskan hukum, bagaimana hukumnya sepenuhnya menjadi kewenangan Polda Riau selaku penyidik. Kalau memang tidak ada bukti cukup sesuai aturan hukum harus dihentikan. Tetapi kalau bukti cukup tentu tidak ada alasan menghentikan," ungkapnya didampingi Kapolda Riau, Brigjen Pol Supriyanto.
Pernyataanya ini berbeda dari yang disampaikannya sehari sebelumnya saat berkunjung ke Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Pekanbaru. Saat itu, Politikus Partai Demokrat tersebut menegaskan agar persoalan ini diusut tuntas. Menurutnya, Polda Riau jangan sampai terpengaruh perusahaan yang disidik.
Sikap senada juga ditunjukkan kolega Benny di Komisi III DPR RI, Ruhut Sitompul. Dikatakan legislator nyentrik ini, penyidik Polda Riau telah berupaya keras mengungkap kasus ini. Karena menurutnya, pengusutan masalah karhutla yang melibatkan korporasi ini memang tidak mudah.
"Mereka (Polda Riau,red) sudah berupaya, dan memang tidak mudah. Apalagi kita tahu hutan yang sedemikian luas walaupun mereka mempunyai izin pengelolaan. Bahkan di beberapa tempat (yang terbakar) sudah ada masyarakat di sana, sudah ada desa di sana," ujarnya.
"Jadi Saya mohonlah, kita mengerti. Kita hormati kepolisian sudah bekerja sedemikian keras," sambungnya.
Sebelumnya, Ruhut menyebut kalau penetapan tersangka harus sesuai prosedur. Menurutnya, jika prosedur telah dilakukan seharusnya tidak ada lagi kekhawatiran. Dalam kasus ini, Ruhut mengibaratkan jangan sampai penyidik menetapkan tersangka atas dasar keinginan. Bukan berdasarkan proses penyidikan. Bahkan kala itu, Ruhut sempat membandingkan Penyidik Kepolisian dan Komisi Pemberantasan Korupsi.
"Jadikan perusahaan tersangka kalau sudah ada dua alat bukti kuat. Jangan atas permintaan. Gak boleh. Begitu menangnya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi,red). Akhirnya ada pemikiran orang perusahaan jadi ATM," sebut Ruhut sehari sebelumnya.
Terkait hal ini, Ruhut kembali menegaskan 'kesan melunaknya. Dikatakannya, masyarakat Riau untuk tetap tenang. Pasalnya, usai pertemuan ini, Komisi III DPR RI akan menggelar Rapat Dengar Pendapat dengan Kapolri.
"Tidak usah khawatir kawan-kawan. Kami akan RDP (Rapar Dengar Pendapat,red) dengan mitra kami, Kapolri. Tapi masukan yang kami bawa dari Wilayah Bapak Kapolda Riau, Bapak Kapolres dan jajaran, kami rasa ini masukan yang sangat baik," tukasnya.
Belum Tuntas
Sementara itu, sikap berbeda ditunjukkan anggota Komisi III DPR RI lainnya, Hasrul Azwar. Menurut Politi Partai Persatuan Pembangunan tersebut, dirinya belum sepenuhnya percaya dengan alasan Polda Riau tersebut. Hal ini akan dilanjutkan dengan menggelar rapat internal di DPR RI.
"Ini belum selesai. Kami akan laporkan dalam rapat, masih kami dalami," kata Hasrul Azwar.
Menurut Hasrul, proses hukum yang dilakukan dalam perkara Karhutla ini seolah-olah tidak sinkron. Ia mencontohkan tidak adanya koordinasi Polda Riau dengan Kejaksaan Tinggi Riau, serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, perihal izin lahan perusahan yang telah dicabut.
"Kejati Riau kemarin malam menyebutkan tidak pernah dilibatkan penyelidikan lapangan. Ditambah pendapat ahli dari IPB yang sama ilmunya, pendapatnya berbeda-beda dalam satu hal," jelasnya.
Ia mengatakan perlunya perbaikan koordinasi antara Kepolisian dan KLHK dalam penanganan kasus karhutla di Provinsi Riau.
"Setelah mereka tahu (melakukan penyidikan), ternyata ada surat dari menteri, bahwa lahan perusahaan (ternyata) menjadi pengawasan dari menteri (KLHK)," katanya menjelaskan keterangan Kapolda saat pertemuan tersebut.
Pendapat sama juga diungkapkan Masinton Pasaribu. Ia mengatakan penjelasan Polda Riau akan dibahas dalam internal Komisi III DPR RI, usai kunjungan kerja ini. Ia juga meminta internal Polri yang sedang melakukan evaluasi agar melakukannya secara profesional.
"Itu yang kami minta agar Polri Internal memeriksa ini secara benar dan profesional. Itu yang mau kita benarin," tegas Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan tersebut.
Terpisah, perihal penghentikan penyidikan itu juga mendapat sorotan dalam pertemuan antara Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau dan Laskar Melayu Riau Bersatu (LMRB).
Seperti dituturkan Ketua Harian LMRB Riau, Sarifudin Saan, pihaknya meminta kasus SP3 terhadap 15 perusahaan yang diduga membakar lahan, benar-benar diproses secara hukum.
Pihaknya menilai, dikeluarkannya SP3 oleh Polda Riau, sangat menyakitkan hati masyarakat. Tak ayal, hal itu menimbulkan dugaan adanya permainan antara Polda Riau dengan pihak Perusahaan. Di saat pergantian Kapolri dan Kapolda, dimanfaatkan oknum Polda untuk mengeluarkan SP3 15 Perusahaan tersebut.
"Sudah bertahun-tahun kita menderita dengan asap, masyarakat kecil yang membakar lahan sedikit saja ditangkap dan dijatuhi hukuman. Ini perusahaan besar yang terbukti membakar dibebaskan begitu saja. Kami mendukung pihak Walhi yang mengajukan pra peradilan, kami siap mengawal," tutup mantan anggota DPRD Riau ini.
Seperti diketahui, pada 2015 lalu, Polda Riau melakukan proses penyidikan terhadap 18 perusahaan yang diduga terlibat karhutla. 15 perusahaan di antaranya dipastikan berhenti proses penyidikannya.
18 perusahaan tersebut adalah PT Langgam Inti Hibrindo, PT Palm Lestari Makmur, PT Wahana Subur Sawit. Ketiga perusahaan perkebunan dinyatakan lengkap dan layak untuk dilanjutkan ke proses selanjutnya.
Sementara, 15 perusahaan lainnya dipastikan dihentikan proses penyidikannya, yakni PT Bina Duta Laksana, PT Perawang Sukses Perkasa Indonesia, PT Ruas Utama Jaya, PT Suntara Gajah Pati, PT Dexter Perkasa Industri, PT Siak Raya Timber, PT Sumatera Riang Lestari, PT Bukit Raya Pelalawan, PT Hutani Sola Lestari, KUD Bina Jaya Langgam dan PT Rimba Lazuardi.
11 perusahaan di atas adalah perusahaan yang bergerak di Hutan Tanaman Industri. Sementara tiga perusahaan lainnya yakni PT Parawira, PT Alam Sari Lestari, PT PAN United, dan PT Riau Jaya Utama bergerak pada bidang perkebunan.
Sengketa lahan dengan masyarakat menjadi salah satu dasar penyidik menerbitkan SP3. Selain itu, Penyidik juga berdalih kalau perusahaan-perusahaan yang dihentikan proses penyidikan ini karena penyidik tidak menemukan bukti kuat untuk melanjutkan penanganan perkaranya, baik dari pemeriksaan saksi ahli, penyidikan di tempat kejadian perkara.(Dod)