PEKANBARU (riaumandiri.co)-Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Riau memastikan proses penyidikan kasus dugaan korupsi pembangunan Jembatan Pedamaran I dan II di Kabupaten Rokan Hilir, terus berlanjut. Saat ini penyidik masih berupaya melengkapi syarat administratif proses penyidikan.
Kejati Demikian diungkapkan Asisten Pidana Khusus Kejati Riau, Sugeng Rianta, Senin (25/7). Dikatakannya, perkara ini merupakan salah satu perkara yang menjadi tunggakan yang akan dituntaskan jajarannya.
"(Dugaan korupsi) Pedamaran, itu kan dalam tahap penyidikan. Saat ini sedang saya tuntaskan. Penyidik sudah menetapkan dua tersangka. Komitmen kami perkara harus dituntaskan," ujarny.
Bila hingga saat ini terkesan belum ada pengembangan kasus dugaan korupsi tersebut, Sugeng mengatakan penanganan perkara korupsi memerlukan waktu. Saat ini, jajarannya sangat fokus menuntaskan perkara yang telah diketahui dugaan pelanggaran pidananya tersebut.
Perkara ini disadarinya menjadi atensi masyarakat banyak di Riau. Karenanya, Sugeng menegaskan akan menuntaskan perkara ini menjadi prioritas pada masa kepemimpinannya di Pidsus Kejati Riau.
"Tim bertugas untuk menyelesaikan. Saya supervisi terus. Ini menjadi atensi masyarakat. Menurut saya tidak bisa dianggap sepele," tambahnya.
Sugeng juga tidak ingin berpsekulasi ke belakang terkait lambannya proses penanganan perkara ini. Ia tidak ingin menduga-duga, jika terkait kendala bukti yang kurang sehingga prosesnya menjadi mandek.
"Kalau menyangkut bukti, terkendala audit BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan,red). Tetapi saya sudah ke sana. Kita akan coba komunikasi yang baik, jangan menyalahkan pihak lain, kita benahi kekurangan masa lalu, dan komunikasikan semua kepada stake holder," sebut Sugeng.
"Kendala sudah kita inventarisir. Kalau memang sudah oke semuanya saya akan ke BPKP lagi karena perkara ini rumit, menyangkut konstruksi. Saya senang kalau secepatnya selesai," tutupnya.
Untuk diketahui, Kejati Riau telah menetapkan dua tersangka dalam kasus ini. Keduanya adalah Ibus Kasri yang merupakan mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Rohil dan Wan Amir Firdaus yang juga mantan Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Rohil.
Kasus ini terungkap dari laporan yang disampaikan masyarakat. Dalam laporan tersebut dinyatakan kalau proyek yang menggunakan dana APBD 2008-2010 tersebut dikucurkan berdasarkan kesepakatan kontrak awal Nomor: 630/KONTRAK-JPI/MY/2008/47.80, di mana PT Waskita Karya menawarkan harga proyek itu sebesar Rp422,48 miliar.
Namun kenyataannya, anggaran yang turun lebih besar dari penawaran harga PT Waskita Karya, pengerjaan Jembatan Pedamaran I dan II 2008-2010 seharusnya sudah selesai 66,48 persen. Dari data lapangan pengerjaan pembuatan Pedamaran I baru 62,75 persen dengan dana Rp147,40 miliar. Dari dana itu kerugian negara diduga mencapai Rp8,77 miliar.
Untuk pembangunan Jembatan Pedamaran II, dana yang cair Rp156,42 miliar dengan bobot pengerjaan harus mencapai 68,18 persen, ternyata hasilnya baru 48,27 persen dengan jumlah dana Rp110,75 miliar sehingga negara diduga dirugikan Rp45,67 miliar. (dod)