JAKARTA (riaumandiri.co)-Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution, mengaku memiliki rasa kekhawatiran terkait pelaksanaan program pengampunan pajak atau tax amnesty. Kekhawatiran itu muncul bila instrumen penempatan dana yang menampung dana WNI 'pulang kampung' ternyata tak mencukupi. Bila hal itu terjadi, maka akan menimbulkan gelembung aset (bubble) di sektor keuangan.
"Oleh karenanya, harus diupayakan agar supaya nanti kalau dana mulai masuk dari luar, jangan terjadi kekurangan instrumen.
Darmin
Resiko bubble di sana," ujarnya, Minggu (24/7).
Terkait hal itu, pihaknya sejak beberapa hari belakangan ini mengumpulkan berbagai kementerian dan instansi terkait seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI) dalam rapat koordinasi.
Menurutnya, semua instrumen harus segera diselesaikan.
Mantan Gubernur BI tersebut menjelaskan, pemilik dana tentu tidak hanya sekedar ingin pajaknya terampuni. Lebih dari itu, ketika dananya masuk ke Indonesia, si pemilik pasti mengharapkan bisa mendapatkan keuntungan lebih dibandingkan negara lain.
"Iyalah, tak mau dong kalau tak ada return-nya. Dia pasti minta instrumen seperti saham, obligasi, macam-macam. Nah itu yang harus diusahakan. Instrumen itu harus ada. Karena kalau instrumen yang ada saja di pasar sekunder malah bubble dia nanti," terangnya.
Tidak hanya itu, sarana investasi pada sektor riil juga harus dipersiapkan, khususnya oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan swasta. Identifikasi pada BUMN yang menjadi penampung dana tersebut tengah dilakukan.
"BUMN jauh lebih siap. Sudah diidentifikasi mana saja BUMN yang akan terbitkan saham, obligasi, mana saja BUMN yang akan terbitkan DIRE, dan lain-lain. (Beberapa BUMN) sedang diidentifikasi, namun tentu BUMN yang sehat," tambahnya.
Sementara dari perusahaan swasta memang tidak bisa dipaksakan. Pemerintah hanya mampu mengimbau agar swasta tidak hanya diam saja melihat dana yang masuk begitu besar.
"Kita tentu tidak bisa memaksa swasta lakukan itu, kita hanya tunjukkan ini kesempatan dan kita akan permudah. Yang akan kita dorong adalah BUMN dan proyek-proyek pemerintah. Swasta yang semoga melihat akan memanfaatkan juga momentum," ujarnya.
Darmin juga meminta kepada otoritas di sektor keuangan agar menyederhanakan proses penerbitan instrumen oleh perusahaan, khususnya yang ingin melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI).
"Supaya instrumen keuangan diproses lebih cepat kalau ada permintaan. Kan itu bukan pemerintah yang mengeluarkan instrumen keuangan itu. Kecuali barangkali obligasi pemerintah.
Tapi yang punya instrumen itu swasta atau BUMN. Mau go public, terbitkan apa saja," tegas Darmin.
Bisa Jadi Rp10 Ribu
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Luhut Binsar Panjaitan, menilai, selain menggerakkan investasi di sektor riil dan keuangan, tax amensty juga diperkirakan akan ikut mendongkrak nilai rupiah.
Secara tidak langsung, terangnya, tax amnesty bisa membuat penguatan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Bahkan bisa mencapai Rp10 ribu per dolar.
"Dampak dari tax amnesty ini luar biasa, tadinya saya takut-takut juga. Tapi beberapa hari setelah diumumkan 1 Juli Jakarta Stock Exchange langsung menguat. Kemudian rupiah langsung naik," ujarnya,
"Gubernur BI saja bilang kalau tidak kami tahan rupiah dari Rp13.000 bisa menguat jadi Rp12 ribu. Bahkan ini bisa turun lagi sampai Rp 10.000 karena kekuatan rupiah sangat luar biasa," tambah Luhut.
Dia mengungkapkan, keyakinannya tersebut didasarkan atas reaksi pasar keuangan yang begitu cepat meski tax amnesty sesaat setelah kebijakan tax amnesty dirilis.
"Kalau lihat jumlah uang yang masuk, sudah lebih dari Rp 130 triliun sampai minggu lalu. Ini lebih dari 2 kali lipat dari periode yang sama tahun lalu. Orang bondong-bondong karena sebelumnya banyak tak nyangka pemerintah ambil keputusan itu," ucap Luhut.
Mantan Kepala Staf Kepresidenan ini berujar, tax amnesty yang membuka banyak manfaat ini tak seharusnya masih jadi polemik. "Orang yang ributin satu-satu saya panggil, kalau mau ribut selesaikan baik-baik, karena ini demi kepentingan republik," tandas Luhut. (dtc, ral, sis)