Pekanbaru (riaumandiri.co)-Dinas Sosial (Dinsos) Provinsi Riau bertekad untuk mencanangkan Provinsi Riau menjadi daerah ramah anak yang bebas dari ancaman kejahatan maupun kekerasan terhadap anak.
"Riau ingin kita galakkan sebagai kota anak dimana tidak ada lagi kasus kriminalitas yang menimpa anak-anak kita," kata Kepala Dinsos Riau Syarifuddin di Pekanbaru, Sabtu. Ia menyoroti, bahwasanya permasalahan kekerasan terhadap anak merupakan permasalahan yang kompleks, untuk itu perlu penanganan yang terintegrasi dari berbagai sektor.
Riau
Sesuai instruksi Kementerian Sosial RI dalam mengantisipasi ancaman kejahatan dan kekerasan terhadap anak, Ia bekoordinasi dengan Dinsos kabupaten/kota maupun aparat terkait bentuk satuan petugas (satgas) perlindungan anak.
Hal tersebut ditenggarai karena maraknya kasus-kasus anak yang terjadi, sehingga Dinsos Riau menaruh perhatian serius dengan berbagai program yang telah berjalan mulai dari meminimalisir kasus kejahatan yang terjadi, pembinaan anak-anak terlantar, pembinaan anak-anak yang bermasalah dengan hukum pun juga tidak luput digerakkan.
Dalam Peringatan Hari Anak Nasional pada 23 Juli 2016 ini, dengan mengusung tema “Membangun Generasi Emas, Anak Indonesia yang Sehat dan Cerdas, Ceria, serta Berakhlak Mulia”.
Syarifuddin memiliki harapan yang besar, untuk membangun generasi emas tersebut semua pihak dapat saling bahu-membahu mewujudkannya kedepan.
"Kita bersama-sama Pemda, masyarakat, lingkungan untuk serius mengusut kasus-kasus anak agar tidak terjadi lagi di Indonesia khususnya di provinsi yang berjuluk Bumi Lancang Kuning ini," sebutnya.
Sejalan dengan itu, Badan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (BPPPAKB) Provinsi Riau meminta pemerintah daerah untuk mewaspadai tren peningkatan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak selama dua tahun terakhir.
"BPPPAKB melalui Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Provinsi Riau, menerima pengaduan yang berkaitan dengan permasalahan perempuan dan anak. Pengaduan yang datang tersebut bermacam-macam, mulai dari tindak kekerasan dalam rumah tangga atau KDRT dan masalah ekonomi," kata Kepala BPPAKB Riau, T Hidayati Efiza, melalui Kepala Bidang KB, Asniati.
Asniati menjelaskan, dari tahun ke tahun kasus kekerasan kepada perempuan dan anak yang terjadi di berbagai daerah di Riau semakin meningkat. Pada 2014 terdapat sebanyak 361 kasus, kemudian meningkat pada 2015 jadi sebanyak 475 kasus. Sementara itu, hingga bulan Juni 2016 sudah terdapat 290 kasus yang dilaporkan ke pusat pelayanan terpadu.
Asniati menjelaskan, pihaknya telah melakukan sosialisasi sampai ke desa dan kelurahan, sehingga masyarakat sudah mulai mengetahuikeberadaan pusat pelayanan terpadu atau (P2TP2A).
Namun, di sisi lain P2TP2A memiliki keterbatasan baik dalam anggaran operasional penanganan kasus maupun tenaga pendamping kasus seperti menyediakan pengacara, psikolog, pekerja sosial, hingga rohaniawan.
Sehingga diharapkannya, semua pihak harus terjun langsung mulai dari masyarakat, dunia usaha hingga media diharapkan untuk turut peduli dalam permasalahan kekerasan yang dialami oleh perempuan dan anak, sehingga permasalahan yang timbul akan lebih mudah untuk diselesaikan.(ant)