Menkes Tolak Buka Rekam Medis

Senin, 18 Juli 2016 - 10:17 WIB
Polisi Turki mengamankan tentara yang terlibat upaya kudeta di Jembatan Bosphorus.

JAKARTA (riaumandiri.co)-Harapan masyarakat untuk mengetahui siapa saja yang telah menjadi korban dari peredaran vaksin palsu di Tanah Air, tampaknya akan sia-sia. Pasalnya, Menteri Kesehatan Nila Farid Moeloek, menolak untuk memberikan rekam medis kepada masyarakat terkait kasus vaksin palsu. Menteri Nila menilai, rekam medis bersifat rahasia.
 

"Rekam medis itu sebenarnya suatu yang sifatnya rahasia. Tidak secara awam. Kalau punya terus dikeluarkan begitu saja itu tidak benar," kata Nila di Kantor Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Jakarta, Minggu (17/7).
Permintaan untuk membuka rekam medis untuk mengetahui siapa saja yang telah menjadi korban dari penggunaan vaksin palsu tersebut, dilontarkan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI). Hal itu setelah lembaga itu dimintai bantuan oleh sejumlah orangtua,

Menkes
 yang anaknya mendapatkan pelayanan vaksin di RS Harapan Bunda Jakarta. Belakangan terungkap, rumah sakit itu termasuk salah satu fasilitas kesehatan yang diduga menggunakan vaksin palsu tersebut.

Menurut Menkes Nila, rekam media hanya digunakan Kemenkes dan Polri dalam rangka penyidikan. Selain itu, rekam medis juga berguna untuk menelusuri lebih jauh kasus vaksin palsu tersebut.

"Di rekam medis dia tercatat terimunisasi, tapi nama obatnya kan tidak ketahuan. Itu harus kami telusuri lagi," terangnya.

"Atau dari Kemenkes ada ditulis kemudian kami mencurigai nama vaksinnya termasuk dalam list yang palsu. Ternyata yang diambil oleh Bareskrim dan uji lab kami uji BPOM dan benar palsu ternyata palsu. Inilah yang harus kita telusuri," tambahnya.

Menurut Menteri Nila, jika rekam medis diminta masyarakat, Kemenkes akan kehilangan data untuk penelusuran lebih jauh vaksin palsu. "Jadi kalau rekam medis diambil oleh masyarakat kami akan kehilangan data. Itu kerahasiaan seseorang. Tapi itu akan diambil oleh kami dan Bareskrim juga berwenang untuk mengambil itu," ujarnya lagi.

Sebelumnya, sejumlah orang tua anak korban vaksin palsu dari RS Harapan Bunda mendatangi Kantor YLBHI. Mereka meminta bantuan hukum sehingga rumah sakit bisa bertanggung jawab.
Untuk keperluan itu, YLBHI meminta pihak rumah sakit memberikan rekam medis anak-anak yang pernah mendapatkan vaksin. Jika pihak keluarga menyetujui, YLBHI mengklaim rekam medis dapat dibuka.
"Kita ingin kaji dulu bagaimana sebenarnya, apa kejadiannya, untuk itu kita kita ingin membuka rekam medis. Rekam medis ini milik RS, tapi atas persetujuan keluarga bisa dibuka," kata Direktur YLBHI Alvon Kurnia Palma, Sabtu (16/7) kemarin.

Ada Sanksi
Menkes juga menegaskan, pihaknya akan memberikan sanksi secara hukum kepada semua unsur yang terlibat dalam peredaran vaksin palsu tersebut. Baik dari produsen, distributor, ataupun oknum yang sengaja memberikan vaksin palsu kepada masyarakat. Begitu pula terhadap tenaga dokter yang terlibat. Seperti dirilis sebelumnya, dari 20 orang yang telah ditetapkan tersangka dalam kasus vaksin palsu tersebut, dua di antaranya berprofesi sebagai dokter.

Khusus untuk dokter, pihaknya akan meneliti tingkat kesalahannya. "Kami akan melihat kesalahannya di tahap apa. Jadi kesalahan ini kan juga bisa berjenjang," terangnya.

Dia menilai dokter hanya sebagai pengguna jika dokter tidak mengetahui bahwa vaksin tersebut palsu. Hal itu tidak bisa dikatakan bersalah. Namun, berbeda misalnya jika dokter mengetahui vaksin yang akan digunakan tersebut palsu dan tetap menggunakannya.

"Apalagi kalau tahu tetapi tetap dijual, itu sudah merupakan kesalahan. Berarti sengaja melakukan," ucap Nila.

Sementara itu, Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Brigjen Agung Setya mengatakan, polisi akan terus melakukan penyidikan. Agung juga mendukung segala bentuk penyelidikan yang dilakukan Kemenkes.

"Langkah-langkah dan penanganan kemanusiaan atau segi hukumnya kami berjalan paralel. Kami menyelidiki ranah pidananya, pemberkasan masih dalam proses. Kami harap nanti bisa ke pengadilan supaya nanti langsung memutuskan," kata Agung.

Agung mengimbau kepada masyarakat agar menghubungi Kemenkes bila ingin bertanya terkait vaksin palsu. "Hotline kemenkes 1500567, masyarakat dapat menanyakan apapun soal vaksin palsu," ujarnya. (bbs, kom, dtc, sis)

Editor:

Terkini

Terpopuler