PEKANBARU (riaumandiri.co)-Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) Riau meminta pemerintah dalam hal ini Bank Indonesia agar menurunkan uang muka rumah non subsidi. Alasannya, karena ekonomi Indonesia saat ini tengah lesu.
"Kalau tetap bertahan pada aturan sekarang dimana uang muka rumah 20 persen dari harga jual maka perlambatan pertumbuhan ekonomi tidak hanya terjadi disektor usaha properti. Akan tetapi juga berdampak pada industri pendukung lainnya seperti genteng atau atap dan bahan bangunan," ujar Ketua DPD HIPPI Riau Jhon Satri, Jumat kemarin.
Katanya, permintaan keringanan uang muka rumah tersebut merupakan aspirasi sebagian besar pengusaha properti. Fakta dilapangan menunjukkan sebagian calon konsumen keberatan dengan angka 20 persen DP (down payment) tersebut. Masyarakat meminta agar lebih rendah dari ketetapan sekarang.
Menurutnya, jika uang muka lebih ringan maka purna jual akan kembali membaik. Kondisi sekarang idealnya 5 persen. Dan itu akan membantu masyarakat dan pengusaha properti serta industri pendukung properti juga bisa bergerak. "Kalau pemerintah merevisi regulasi yang mengatur uang muka rumah akan membuat pengusaha properti bergairah. Dan tentu saja pertumbuhan ekonomi juga akan membaik," ujar Jhon Satri yang juga mantan Ketua Real Estate Indonesia (REI) Riau.
Ia menambahkan, pada kondisi normal sebelum terjadinya kelesuan ekonomi di Riau penjualan rumah non subsidi setahun mampu menembus angka sekitar 10 ribu sapai 12 ribu pertahun. Pada kondisi sekarang pada semeter pertama tahun 2016 baru sekitar 2000-3000 unit unrtuk rumah non subsidi.
"Sejak Januari tahun ini kita merasakan sekali dampak dari ekonomi lesu .Atas dasar itulah kita meminta Bank Indonesia meringankan uang muka rumah. Karena dengan penurunan uang muka tersebut angsuran perbulannya tidak terpaut jauh. Diperkirakan berkisar Rp200 ribu sampai Rp300 ribu perbulannya," ucap Jhon Satri yang juga Ketua Ikatan Keluarga Pesisir Selatan (IKPS) Riau ini.(rls/mel)