PEKANBARU (HR)-Direktur Intelkam Polda Riau, Kombes Pol Djati Witoyo mengatakan, pihaknya telah meminta klarifikasi dari Ketua DPRD Pekanbaru, Syahril. Hal itu terkait dengan kasus peletusan senjata api yang diduga dilakukannya di Kantor DPD II Partai Golkar Pekanbaru, beberapa waktu lalu.
Klarifikasi tersebut dilakukan pihaknya saat memanggil Syahril ke Mapolda Riau, Kamis (5/2).
Pernyataan ini sekaligus membantah keterangan Syahril, yang sebelumnya mengaku kedatangannya ke Mapolda Riau untuk koordinasi jelang pelaksanaan rapat internal Partai Golkar Pekanbaru dalam waktu dekat ini.
"Pada Kamis (5/2) kemarin tidak hanya sekedar koordinasi. Karena kita juga menampung informasi dari masyarakat tentang adanya keributan di DPD II Golkar Kota Pekanbaru. Itu juga kita klarifikasi," terang Djati Witoyo, Jumat (6/2).
Dijelaskan Djati, kedatangan Syahril tersebut atas atas undangan pihaknya untuk mengklarifikasi informasi yang menyatakan kalau Syahril meletusan senjata api (senpi) di Kantor DPD II Golkar Pekanbaru, karena khawatir akan dikeroyok. Diterangkannya, dari informasi yang diterima pihaknya, saat keributan iyang ditembakkan politisi Partai Golkar Pekanbaru tersebut.
"Informasinya ada letusan senjata api. Maka itu kita undang beliau (Syahril,red) untuk menjelaskan. Harus kita klarifikasi betul atau tidak," terangnya.
Selanjutnya Djati juga menerangkan kalau pihaknya telah menghimpun keterangan atas insiden letusan senpi tersebut. Sejauh ini, sudah empat orang saksi yang dimintai keterangan. "Dua yang meringankan yang menyatakan (suara) itu adalah suara kursi yang dijatuhkan. Dan dua lainnya, yang memberatkan," tambahnya.
Djati juga mengungkapkan, Syahril memang pernah punya senjata api. Namun sudah dititipkan di Intelkam Polda Riau sejak tahun 2010 lalu. Namun saat diklarifikasi Kamis kemarin, Syahril membantah bahwa dirinya membawa senpi. "Dengan adanya peristiwa itu, kita telusuri lagi," jelasnya.
Menurutnya, dalam kesempatan itu Syahril juga berkoordinasi terkait pengamanan atas kisruh internal DPD II Golkar Kota Pekanbaru. Karena itu, Syahril meminta back up pengamanan pada kepolisian. Karena disinyalir ada pihak yang hendak mengacaukan kegiatan itu. "Katanya, ada intimidasi. Dirinya didatangi sekelompok orang," terang Djati.
Meski demikian, Syahril, kata Djati, tidak menyebutkan siapa pihak yang diduga mengintimidasi hingga membuat dirinya merasa terancam. Terkait motifnya, Djati mengatakan bisa banyak kemungkinan. "Bisa jadi terkait suksesi, bisa juga hal lain. Karena itu, informasi permasalahan internal mereka kita himpun," pungkas Djati.
Menurutnya, bila dalam penyelidikan nanti Syahril terbukti memiliki senpi, maka sanksi terhadap yang bersangkutan bisa tergolong berat. "Saat ini, (masyarakat) sipil tidak boleh lagi. Yang melanggar dikenakan Undang-Undang Darurat Tahun 1951 dengan ancaman pidana 20 tahun penjara. Maksimalnya hukuman mati," tutup Djati.
Sudah Dititip
Di tempat terpisah, Syahril yang melakukan pertemuan dengan wartawan di ruang kerjanya, Jumat kemarin mengakui, ia pernah memiliki sepucuk senjata berpeluru karet. Senjata itu dimilikinya pada tahun 2003 silam dan sudah mendapat izin dari pihak yang berwenang. Namun senpi itu sudah dikembalikan lagi ke Polda Riau pada tahun 2008 lalu. Hal itu disebabkan keluarnya aturan warga sipil tidak diperbolehkan memiliki senpi.
"Pada 2008 sudah saya titipkan di Polda. Sekarang tidak ada lagi," terangnya.
Sementara terkait kisruh di DPD II Golkar Pekanbaru yang disebut-sebut berbuntut dengan peletusan senpi itu, Syahril tidak mau mengomentarinya. Sebab, Syahril menilai hal itu tidaklah benar.
"Jadi jika ada yang menyebutkan saya punya senpi ilegal, saya tidak tahu itu. Soal letusan senjata api pun tidak ada malam itu," ungkapnya lagi. (dod, ben)