JAKARTA (HR)-Dari empat calon Kapolri yang diajukan Komisi Kepolisian Nasional, dua nama dinilai paling berpeluang menduduki jabatan nomor satu di jajaran Kepolisian. Keduanya adalah Komjen Putut Eko Bayuseno dan Komjen Dwi Priyatno.
Sedangkan dua nama lain, yakni Komjen Badrodin Haiti dan Komjen Budi Waseso, dinilai masih menyisakan persoalan. Meski demikian, siapa pun yang dipilih nanti, hal itu tetap menjadi hak prerogatif Presiden Joko Widodo.
Menurut Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Adrianus Meliala, Jumat (6/2), dalam mengajukan calon Kapolri tersebut, Kompolnas memiliki lima pertimbangan.
Yakni pangkat harus Komjen, jabatan harus memimpin divisi di Polri, harus eselon I, masih memiliki masa pensiun sekitar dua atau tiga tahun, pengalaman memimpin Polda tipe B dan A serta angkatan berdasarkan urutan dari Kapolri sebelumnya.
"Dari lima indikator ini, hanya Dwi Priyatno dan Putut Eko Bayuseno yang masuk kriteria. Sementara Badrodin dan Budi Waseso tidak," ujar Adrianus.
"Badrodin tidak memenuhi masa aktif di polisi. Harusnya minimal kan masa aktifnya dua atau tiga tahun. Tapi dia kalau enggak salah 17 bulan lagi pensiunnya. Tapi karena pertimbangan lainnya masuk, jadi tetap kita masukan," lanjut Adrianus.
Sedangkan untuk Putut, masih bisa berkiprah hingga 2019, Dwi Priyatno hingga 2017 dan Budi Waseso hingga 2018.
Begitu juga dengan Komhen Budi Waseso. Karena yang bersangkutan hanya pernah menjabat Kapolda tipe B, yakni Gorontalo. Namun, karena kriteria yang lainnya sesuai, maka Budi pun lolos menjadi calon Kapolri.
Sedangkan nama lain, Komjen Suhardi Alius tak masuk dalam bursa calon Kapolri. Menurut Adrianus, Suhardi masih terlalu muda memimpin Bhayangkara. Masa aktifnya juga masih panjang, yakni hingga tahun 2020. "Pak Suhardi terlalu muda, bertarungnya nanti saja," terangnya,
Dikatakan, pihaknya telah melakukan wawancara dengan keempat calon tersebut. Dalam hal ini, pihaknya bekerja sesuai Pasal 6 Perpres Nomor 17 Tahun 2011 tentang Kompolnas, yang menyebutkan, "Kompolnas memberikan pertimbangan kepada presiden atas hasil pemantauan dan evaluasi kerja terhadap Kapolri, dalam rangka memberikan pertimbangan dan perwira tinggi Polri dalam rangka memberikan pertimbangan pengangkatan calon Kapolri".
"Lagian kita juga sudah meminta izin kepada menko polhukam untuk gelar wawancara, istilahnya persiapan. Diizinkan, ya sudah," ujar Adrianus.
Dalam wawancara itu, Kompolnas sempat menanyakan visi dan misi empat Komjen tersebut terkait hubungan KPK-Polri. Namun Adrianus tak bisa memberitahu karena hanya menjadi konsumsi Presiden Joko Widodo.
"Jawabannya bervariasi. Kami tidak bisa disclose tapi yang jelas empat orang ini akan membuat Presiden pusing dalam arti yang baik. Karena mereka mewakili tipe yang berbeda-beda. Presiden tinggal pilih, mau yang kalem atau yang cerdas," ujarnya lagi.
Hasil wawancara selanjutnya akan dirapatkan bersama sejumlah kementerian terkait seperti Kemenko Polhukam dan Kemenkum HAM. Hasil rapat kemudian diserahkan kepada Presiden Joko Widodo, untuk selanjutnya Jokowi menggunakan hak prerogatifnya.
Kompolnas memperkirakan, usulan nama dan pertimbangannya akan diserahkan ke Jokowi pada Senin (9/2) mendatang. Adrianus menegaskan bahwa tidak ada kewajiban sang presiden menaati usulan Kompolnas. Semua dikembalikan lagi kepada hak perogratif presiden.
Belum Diwawancara
Sementara itu, Wakapolri Komjen Badrodin Haiti mengaku belum diwawancarai oleh Kompolnas.
"Belum (diwawancarai). Memang bintang tiga berpeluang, tapi itu kan kewenangan Presiden," ujarnya.
Badrodin menyatakan tak akan mengambil inisiatif untuk minta diwawancarai Kompolnas. Saat ini dia telah menjalankan tugas sesuai dengan yang diberikan. "Terserah itu kewenangan Kompolnas. Saya ini kan Wakapolri yang memiliki kewenangan saat ini sebagai Plt Kapolri," ujarnya.
Di tempat terpisah, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan, meminta Bareskrim Polri kembali mengusut dugaan tindak pidana yang dilakukan Komjen Budi Waseso. Dugaan tindak pidana tersebut dilaporkan tahun 2012 lalu oleh Wakapolda Sulawesi Utara kala itu, Kombes Jenmard Mangolui Simatupang.
"Waktu itu Budi Waseso masih berpangkat Brigjen. Dia menjabat sebagai Kepala Biro Pengamanan Internal (Karo Paminal) di Mabes Polri yang ngurus mutasi-mutasi anggota Polri," kata Wakil Koordinator Kontras, Chrisbiantoro.
Dikatakan, pada tahun 2012 Jenmard dimutasi ke Mabes Polri sebagai perwira nonjob di bagian Pelayanan Masyarakat (Yanma). Mutasi semacam itu biasanya dilakukan jika seorang polisi melakukan pelanggaran.
"Sementara Pak Jenmard tidak merasa melakukan pelanggaran. Dulu kami pernah ketemu beliau, dia cerita seperti itu," katanya.
Jenmard bersama 3 perwira lain yaitu Kombes Ishak Robinson Sampe sebagai Irwasda Polda Sulut lalu Kabid Propam Polda Sulut AKBP Stephanus Lumowa dimutasi tanpa jabatan di Yanma Polri. Ketiganya diduga dimutasi atas tuduhan suap yang dilaporkan Karopaminal Brigjen Budi.
Jenmard melaporkan balik Budi ke Bareskrim Polri dengan tuduhan tindak pemalsuan atas keterangan palsu yang menjadi dasar mutasinya pada bulan Juni 2012. Jenmard melaporkan Budi pada tahun yang sama. Namun kala itu Budi telah dipindahtugaskan sebagai Kapolda Gorontalo.
"Saat itu Kabareskrimnya Pak Sutarman. Sampai sekarang kasus ini belum selesai," kata Chris.
Terkait hal itu, Wakapolri Komjen Badrodin Haiti mengaku tak tahu secara persis. "Nanti saya cek dulu. Saya tidak mengerti kasusnya apa," ujarnya. (bbs, kom, dtc, ral, sis)