AGAM (riaumandiri.co)-Forum Pengawas Pelindungan Hutan Berbasis Nagari (PPHBN) yang dimotori walinagari se Kabupaten Agam sudah mampu melakukan pengawasan terhadap tindakan ilegalloging di nagarinya.
Dalam pertemuan Forum PPHBN ini di ruangan Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Kabupaten Agam Yulnasri, Rabu(25/5), membahas tentang pengembangan sayap forum ini kepada nagari-nagari yang memiliki hutan lindung. Forum ini dibentuk mengingat minimnya petugas kehutanan dilapangan sehingga banyak terjadi kasus ilegalloging baik di kawasan hutan lindung maupun hutan konservasi.
Untuk itu, para anggota forum ini berharap kepada Dishutbun dan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sumbar agar membantu forum tersebut. Bantuan yang sangat dibutuhkan itu berupa baju hujan, sepatu bot serta parang yang bakal digunakan apabila terjadinya ilegalloging pada musim hujan.
Salah seorang ninik mamak di silayang, Lubuk Basung Y. DT. Basa, mengatakan, di Jorong Silayang merupakan salah satu jorong yang rawan terjadi ilegalloging. Untuk itu sebagai anggota forum PPHBN pihaknya harus bertanggungjawab terhadap kepercayaan yang diberikan oleh pemerintah kepada semua anggota forum.
"Terkait dengan batas wilayah hutan lindung dengan hutan rakyat, sampai saat ini menjadi pertanyaan oleh masyarakat, terutama masyarakat yan punya perkebunan," katanya.
Menurut Y. DT. Basa, Jorong Silayang sudah mulai terlihat tandus akibat pembabatan hutan selama ini, kalau tidak cepat dilakukan penghijauan, maka lambat laun akan terjadi bencana banjir bandang. Untuk itu bersama forum ini diminta kepada pemerintah Kabupaten Agam dan provinsi agar dilakukan penghijauan kembali.
Dari forum sendiri untuk pelaksanaan dilapangan forum PPHBN siap untuk melaksanakan secara bersama-sama.
"Terkait dengan masalah batas wilayah hutan lindung dengan tanah ulayat belum ada kejelasannya, sehingga masyarakat yang ingin menanam kayu mereka bersikukuh mengatakan ini termasuk wilayah hutan rakyat," ulas Dt Palimo dari Nagari Pagadih, Palupuah.
Untuk dilapangan tidak dapat mengambil suatu tindakan atau kesimpulan, kerana kami anggota forum tidak dilengkapi dengan alat-alat atau data pendukung lainnya, seperti peta batas wilayah hutan linsung dengan hutan rakyat.
Sementara Kabid PPH Fras Al Pransi, membenarkan hal tersebut, karena selama ini tentang batas wilayah yang menjadi persoalan utama di kehutanan, sebab untuk menentukan batas wilayah hutan lindung merupakan program dari Kementerian Kehutanan.
Hal ini diakibatkan memakan anggaran yang cukup mahal, bahkan Dinas Kehutanan Sumbar tidak mampu untuk menganggarkannya, sehingga dimanapun kita melakukan pertemuan dengan masyarakat pokok utama pembahasan itu merupakan batas wilayah.
Dikatakan Fras, terkait dengan masyarakat yang sudah mempunyai ladang atau perkebunan di wilayah hutan lindung. Pihaknya tidak akan melakukan eksekusi terhadap masyarakat tersebut, namun yang perlu disampaikan tidak boleh menambah perkebunan dilokasi hutan lindung. (mkn/azw)
"Untuk wilayah Sumbar ada sekitar 2,3 ribu hektar hutan lindung. Setiap tahun sudah dipastikan adanya pengurangan terhadap hutan lindung tersebut," terangnya.
Kita tidak menyalahi siapa-siapa, cuma hanya ada kendala yang kekurangan personil dan anggaran, sehingga petugas tidak mampu untuk melakukan dan menunjukan batas-batas wilayah hutan lindung itu kepada masyarakat.
Fras mengakui bahwa didalam UU Nomor 26 tahun 2007 pasal 17 mengatakan bahwa proporsi kawasan hutan lindung paling sedikit 30 persen dari luas daerah aliran sungai (DAS) yang dimaksud untuk menjaga kelestarian lingkungan.