Oleh: Zico Basko
Entrepreneur Muda
Mulai 1 Januari 2016 lalu, pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) resmi dimulai. Bagi Indonesia, pasar bersatu di kawasan Asia Tenggara ini bukan saja memiliki konsekuensi di bidang kesiapan ketenagakerjaan, tapi sektor riil juga terkena imbas.
Kita masih ingat ketika awal September 2015, nilai tukar mata uang rupiah terhadap dolar Amerika Serikat menembus angka Rp14 ribu per dolar. Kondisi itu sangat berat bagi para importir, dan berujung dengan pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri yang punya kandungan impor semisal barang elektronik dan teknologi informasi (TI). Tidak ada kepastian harga jual ke konsumen.
PHK diakibatkan tuntutan efisiensi dan bangkrut. Padahal, pemerintah sudah memberlakukan kewajiban pembayaran barang dalam mata uang rupiah di wilayah Indonesia.
Masalah lain yang dialami oleh pengusaha adalah pemberlakuan aturan pengadaan barang dan jasa untuk barang elektronik, alat tulis kantor, dan teknologi informasi, yang harus menggunakan e-Catalog dan e-Purchasing.
Sosialisasi pemerintah kepada para pengusaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) minim, sehingga mereka tidak mendapatkan “kue” proyek pengadaan barang dan jasa yang tahun-tahun sebelumnya bisa didapatkan melalui penunjukan langsung maupun lelang.
Berkaitan dengan MEA, walaupun pemerintah sudah melakukan sosialisasi secara terus menerus, termasuk yang dilakukan Pemerintah Provinsi Riau, dampaknya bagi tenaga kerja dan pengusaha UMKM akan sangat memberatkan di semester pertama tahun 2016.
Kompetisi yang sangat berat para pencari kerja dan ancaman PHK tenaga kurang terampil akan muncul ketika para tenaga kerja luar negeri masuk ke Indonesia secara bebas.
Degradasi pada (calon) pekerja lokal akan muncul sehubungan dengan tingkat kompetisi dengan pekerja pendatang dari luar negeri.
Tak hanya pasar bersatu MEA, hubungan bilateral yang kian mesra dengan Tiongkok membuat mereka mampu menguasai pasar domestik. Kita tidak ingin sektor usaha khususnya kelas UMKM di Bumi Lancang Kuning harus mati karena tidak mampu bersaing dengan masuknya produk dari sembilan negara lainnya. Apalagi posisi Riau yang sangat strategis, dekat dengan negara-negara ASEAN, seperti Malaysia dan Singapura, tentu akan memberikan dampak yang makin cepat dan besar.
Jangan Gamang
Khusus bagi pengusaha muda Riau, untuk bersaing di era MEA ini, jangan sampai gamang. Kita harus berani dalam berkompetisi. Jangan ada muncul rasa minder dan takut. Modal keberanian tentu harus didukung dengan skill, kreativitas yang tinggi dan kerja keras.
Potensi ekonomi kreatif Riau sangat besar dan potensial serta sektor tersebut juga dikenal sebagai sumber daya terbarukan yang tidak ada habisnya untuk diciptakan.
Hal itu berbeda dengan sumber daya alam dimiliki Tanah Melayu ini, seperti minyak bumi, gas dan batu bara, yang suatu saat akan terancam habis atau menipis. Ekonomi kreatif juga dapat digunakan sebagai penguatan identitas daerah yang dikenal kaya akan nilai-nilai kearifan lokal.
Selain itu, pengusaha muda harus memperkuat network (jaringan) dalam mengembangkan bisnis dan juga membangun sifat kompetitif. Misalnya, dalam hal tenaga kerja di Riau harus mempunyai sertifikasi kompetensi, dan produk UKM sudah harus mempunyai Standar Nasional Indonesia (SNI). Dengan bermodalkan keberanian dan kreatif dalam menciptakan bisnis dan produk-produk lokal yang berdaya saing, pengusaha muda Riau tentu akan mampu unggul di era MEA ini. Semoga. ***