TELUK KUANTAN (riaumandiri.co)– Sejak hampir setahun lalu, sejumlah kepala desa di Kuansing mengeluh dengan aksi pemerasan yang dilakukan oknum yang mengaku-ngaku wartawan. Karena itu, PWI Kuansing sengaja mengutus penasehat PWI Kuansing, Said Mustafa Husin untuk bertemu dengan para kepala desa se-Kuansing.
Di sela-sela acara Tata Kelola Keuangan Desa yang ditaja BPMPKB Kuansing di Balai Adat, Teluk Kuantan, Selasa (10/5) lalu, penasehat PWI Kuansing, Said Mustafa Husin diberi kesempatan untuk bertemu dengan lebih dari 200 kepala desa se-Kuansing. Dalam pertemuan tersebut, Said Mustafa Husin menjelaskan cara menyikapi aksi pemerasan yang dilakukan oknum wartawan yang tidak jelas.
Menurut Said Mustafa Husin, dalam bahasa keseharian sering terdengar tentang isitilah wartawan abal-abal, wartawan gadungan dan sejumlah istilah lainnya untuk war-tawan yang tidak jelas. Namun demikian katanya, dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers hanya dikenal satu saja kriteria wartawan.
Said mengatakan, wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik. Sedangkan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyim pan mengolah dan menyampaikan in formasi baik da lam bentuk tulisan, suara, gam bar, suara dan gam bar, serta data dan grafik mau pun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik dan segala jenis saluran yang tersedia.
Dipaparkan Said, sepanjang wartawan itu masih melakukan kegiatan jurnalistik atau tidak keluar dari koridor kegiatan jurnalistik, tidak ada pihak yang bisa menghambat atau menghalanginya kegiatannya dengan cara melawan hukum.
Artinya kata Said, setiap orang yang secara melawan hukum sengaja menghambat atau menghalangi wartawan yang tengah melakukan kegiatan jurnalistik dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000.
Namun demikian katanya, dalam melakukan kegiatan jurnalistik wartawan juga harus mematuhi norma-norma hukum dalam UU Pers dan etika profesi yang dijabarkan dalam kode etik jurnalistik. Dalam pasal 1 kode etik jurnalistik disebutkan wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang professional dalam menjalankan tugas jurnalistik. Begitu juga dengan pasal 6, disebutkan bahwa wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.
Kenyataan yang menimpa banyak kepala desa, sering oknum yang mengaku-ngaku wartawan itu datang dengan menggertak dan meminta sejumlah uang. Menurut Said ini sudah keluar dari koridor kegiatan jurnalistik yang diatur UU Pers dank kode etik jurnalistik. Sehingga pasal 18 UU Pers tidak berlaku lagi untuk kasus ini. Kalau ditemukan wartawan seprti itu kata Said, laporkan saja kepada polisi. "Laporkan saja kalau ada wartawan begitu dan suruh tangkap,"pungkasnya.(rob)