PEKANBARU (HR)-Ketua DPD REI Riau, Amran Tambi siap mendukung program pemerintah dan mengatasi kesenjangan antara pasokan dengan kebutuhan perumahan rakyat atau backlog secara nasional sebanyak sejuta rumah. Oleh karena itu, untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat dan pengembang REI mengharapkan, retribusi bagi Rumah Sehat Sederhana (RSH) bisa dihapuskan. Hal ini merujuk dengan aturan di provinsi lain yang telah menghapuskan biaya retribusi untuk perumahan RSH.
Dijelaskannya, walaupun pada tahun 2014 target penyediaan rumah hanya tercapai sebanyak 400 unit rumah. Namun REI tetap optimis akan terus berupaya untuk bisa mencapai target tersebut, apalagi dengan adanya program Pekan Sikawan diharapkan nantinya pemerintah daerah (Pemda) bisa sinergi dengan para pengembang. Guna mencapai target penyediaan rumah, karena perumahan sangat dibutuhkan masyarakat.
Begitupula dengan pembatalan penghapusan subsidi untuk rumah tapak (landed house) melalui kredit pemilikan rumah (KPR) dengan skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yang sedianya diberlakukan per 1 April 2015 melalui Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 20/PRT/M/2014 dan No. 21/PRT/M/ 2014 tanggal 10 Desember 2014.
Apalagi pemerintah telah mencanangkan pembangunan sejuta rumah pertahun melalui skema KPR FLPP dengan berupaya menggali anggaran Rp62 triliun. Pemerintah juga akan menurunkan bunga KPR FLPP dari 7,25% menjadi 5%.
Tak berhenti di situ, pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri kembali menyita perhatian publik dengan berencana memangkas proses perizinan pembangunan rumah bersubsidi dari 44 tahapan menjadi delapan tahapan, bahkan masih ada kemungkinan berkurang lagi menjadi empat tahapan.
Ditambahkannya, memahami muara dari lambatnya penurunan angka backlog rumah rakyat hingga kini adalah masalah perizinan. Selama ini, banyak sekali tahapan perizinan pembangunan rumah bersubsidi yang harus dilalui sehingga memakan waktu lama, bahkan hingga dua tahun.
"Jika target penyediaan rumah bagi masyarakat menjadi faktor penting khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Tentunya pemerintah juga harus memperhatikan kendala atau permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat dan pengembang. Bagaimana rumah bisa dibangun, setiap pengurusan pendiriannya agak dipersulit. Apalagi biaya retribusi pendirian rumah RSH ini masih diberlakukan, sedangkan dibeberapa propinsi lainnya sudah banyak yang menghapuskan," paparnya, Kamis (5/2).
Belum lagi dengan lamanya waktu pengurusan dan banyaknya biaya siluman atau pungutan liar dalam pengurusan perizinan serta mahalnya harga tanah padahal Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-Pera) sudah membatasi harga jual rumah bersubidi.
Itu membuat para pengembang menjadi enggan melirik bisnis pembangunan rumah bersubsidi, meski Kementerian PU-Pera menyediakan bantuan dana untuk penyediaan sarana dan utilitas proyek. Adapun proses perizinan rumah bersubsidi setelah penyederhanaan yang nantinya harus dilalui para pengembang adalah izin lingkungan setempat, izin rencana umum tata ruang, izin pemanfaatan lahan, izin prinsip, izin lokasi, izin badan lingkungan hidup, izin dampak lalu lintas, izin pengesahan site plan.
Untuk itu diharapkan perhatian pemerintah untuk bisa mewujudkan program pemerintah tersebut, hendaknya bisa bersinergi dan bisa mendorong para pengembang dalam menyediakan perumahan. Karena perumahan sangat dibutuhkan masyarakat sebagai tempat tinggal," pungkasnya.(nie)