Jakarta (riaumandiri.co)-Tim taekwondo Indonesia gagal meraih tiket Olimpiade Brasil 2016. Selanjutkan akan dilakukan evaluasi dan secepatnya mempersiapkan diri menyambut Asian Games 2018.
Empat atlet taekwondo Indonesia kandas di babak penyisihan kualifikasi Olimpiade zona Asia, yang dilangsungkan di Manila, Filipina 16-17 April 2016. Mariska Halinda (48 kg) menjadi atlet pertama yang gagal meraih tiket. Ia harus mengakui ketangguhan atlet taekwondo kategori kyurugi (tarung) Yordania, Bana Daraghmi dengan skor 2-3.
Nasib sama dialami tiga atlet lainnya yaitu Reinaldy Atmanegara (58 kg), Dinggo Ardian Prayogo (68kg), dan Shaleha (57kg), pada keesokan harinya.
Ketua Pengurus Besar Taekwondo Indonesia (PB-TI), Zulkifli Tanjung, mengatakan atletnya kalah karena kurangnya jam terbang dan postur tubuh yang kurang tinggi sehingga penggunaan dua alat protector scoring system (PSS) dan digital scoring system (DSS) perangkat digital untuk penentu perolehan poin dalam pertarungan taekwondo -- jadi tidak maksimal.
"Secara skill sebenarnya atlet kita bisa mengimbangi lawan-lawannya, hanya memang atmosfer pertandingan di sana tinggi sehingga pemain kita tidak bermain lepas. Ini kan balik ke mental dan jam terbang juga," kata Zulkifli, Selasa (19/4).
"Selain itu, sistem PSS itu diciptakan untuk atlet yang tinggi. Atlet dengan berat 54 kg standar tingginya adalah 176 cm, sementara atlet kita 173 cm. Tapi saya sudah cukup puaslah dengan penampilan mereka, saya tahu anak-anak sudah bermain bagus, hanya mereka terlalu tegang sehingga tidak lepas. Apalagi ini merupakan pertandingan kualifikasi Olimpiade terakhir," ungkapnya.
Masih menurut Zulkifli, ke depan pihaknya akan mengevaluasi atlet dan program latihannya. Artinya, memperbanyak jam terbang dengan minimal mengikuti tujuh kejuaraan internasional grade 1 dan 2 dalam satu tahun. Sedangkan masalah postur tubuh, PB TI akan melakukan perekrutan atlet dengan standar minimal 176 cm.
"Proyeksi kami Olimpiade 2020 atlet kita bisa berbicara lebih di kualifikasi Olimpiade. Nah di sini kami juga berharap ada perhatian dari pemerintah khususnya olahraga beladiri, karena mereka itu tidak bisa matang di latihan saja, tetapi dengan banyak mengikuti pertandingan."
Hasil berbeda diperoleh taekwondoin Indonesia kategori Poomsae (olah jurus). Mereka berhasil meraih satu medali emas, dua perak, dan satu medali perunggu di Kejuaraan Asia, di Manila, 18-20 April. Masing-masing penyumbang medali itu adalah Maulana Haidir, Abdurahman Wahyu, dan Muhammad Alfi Kusuma (beregu putra).(dtc/pep)
Sedangkan peraih dua medali perak diberikan kepada Devia Rosmaniar/M Alfi Kusuma (pasangan) dan Devia Rosmaniar (individual putri). Satu medali perunggu disumbang oleh Maulana Haidir (individual Putra).
"Artinya kalau di sana (kualifikasi Olimpiade) tidak dapat bukan berarti jadi terbayar di sini. Tapi memang hasil Kejuaraan Asia ini merupakan bagian dari jangka panjang PB TI, karena kami persiapannya sudah empat tahun. Jadi di sinilah kita menikmati hasilnya," kata Zulkifli.
"Intinya saya minta anak-anak jangan cepat puas karena ini hanya event antara saja. Peaknya tetap di Asian Games 2018," pungkasnya.(dtc/pep)