PEKANBARU (riaumandiri.co)-Sikap anggota DPRD Riau terkait pengajuan hak angket dana eskalasi sebesar Rp220 miliar, mulai terbelah. Hal itu setelah dua fraksi di DPRD Riau, meminta anggotanya yang sudah menandatangani pengajuan hak angket tersebut, untuk segera menarik diri. Kedua fraksi tersebut adalah Demokrat dan Gerindra Sejahtera.
Sementara yang lain sejauh ini masih tetap bersikukuh mengajukan hak angket tersebut. Berubahnya dinamika di DPRD Riau tersebut, tergolong tiba-tiba. Karena sebelumnya, tidak ada tanda-tanda akan terjadi perubahan drastis tersebut.
Meski demikian, pimpinan DPRD Riau tetap menyerahkan pengajuan hak angket kepada setiap anggota Dewan. Sebab, hal itu merupakan hak setiap anggota DPRD Riau.
Seperti diketahui, sebelumnya sudah ada 16 orang anggota DPRD Riau yang menandatangani persetujuan pengajuan hak angket tersebut. Hak angket tersebut ditujukan untuk mempertanyakan dan menggali perihal dimasukkan anggaran untuk pembayaran utang eskalasi Pemprov Riau sebesar Rp220 miliar, dalam APBD Perubahan Riau Tahun 2015 lalu.
Inisiatif itu muncul dari sejumlah anggota Dewan, karena masuknya anggaran itu dinilai tidak wajar. Sebab, Badan Anggaran (Banggar) DPRD Riau tidak pernah menyetujui anggaran tersebut, saat dalam pembahasan.
Soal Namun belakangan anggaran itu tetap masuk setelah Pemprov Riau mengaku mengantongi Keputusan Menteri Dalam Negeri sebagai payung hukumnya.
Informasi di DPRD Riau, Kamis (7/4) kemarin, dari Fraksi Demokrat, ada dua anggota Dewan yang telah menarik diri, meski sebelumnya ikut menekan persetujuan dan dukungan pengajuan hak angket tersebut. Keduay adalah Asri Auzar dan Edi M Yatim. Sedangkan dari Fraksi Gerindra Sejahtera adalah Hardianto, Siswaja Muljadi dan Mansyur HS.
Terkait hal itu, Ketua Fraksi Demokrat DPRD Riau, Aherson, membenarkan pihaknya telah meminta anggotanya menarik diri dalam pengajuan hak angket tersebut. Menurutnya, pengusulan hak angket itu subtansinya harus jelas.
"Kita melihat dalam eskalasi itu tidak ada yang salah. Pemprov berani menganggarkan karena ada dasar Kepmendagri. Kalau tidak ada dasar hukum, tak mungkin mereka berani menganggarkannya," ujarnya.
Ditambahkan Ketua Komisi C ini, kesalahan penganggaran utang eskalasi sebesar Rp220 miliar dalam APBD-P 2015 itu, terjadi ketika finalisasi anggaran antara Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dengan Banggar.
"Kesalahannya, TAPD tidak menyampaikan secara rinci soal eskalasi itu. Ketika itu TAPD hanya menjelaskan secara global tentang adanya penambahan anggaran di Dinas PU sebesar Rp220 miliar," jelas Aherson.
Ia juga membenarkan, sebelumnya, Dewan sudah sepakat anggaran itu dibatalkan kerena dinilai tidak memiliki dasar hukum yang pasti. "Ternyata, Kepmen mewajibkan untuk membayarkan. Sementara penolakan itu terjadi ketika masih rancangan," terangnya.
Hal senada disampaikan Ketua Fraksi Gerindra Sejahtera DPRD Riau, Husni Tamrin. Ia mengakui pihaknya sepakat menarik anggotanya yang sudah menandatangani pengusulan hak angket tersebut. "Karena, menurut kita ini harusnya hak interpelasi dulu," ujar Tamrin.
Terserah Anggota Sementara itu, fraksi lainnya menyerahkan hak angket terebut kepada anggota masing-masing. Seperti dituturkan Ketua Fraksi PAN, Ade Hartati, pihaknya menyerahkan hal itu kepada masing-masing personal, karena itu merupakan hak anggota Dewan. Di Fraksi PAN sendiri, anggotanya yang ikut meneken pengajuan hak angket itu adalah Bagus Santoso.
"Kalau kami tidak ada menarik anggota, itu kami serahkan kepada kepada pribadi masing-masing," ujar Ade Hartati.
Sikap serupa juga ditunjukkan unsur pimpinan Dewan. Dalam rapat yang digelar Kamis kemarin, pimpinan Dewan menyepakati untuk menyerahkan semua keputusan kepada masing-masing anggota Dewan.
"Masalah hak angket kan sedang bergulir, dan itu semua kita serahkan kepada masing-masing anggota, kita tidak bisa menghalangi itu karena itu hak anggota DPRD," ungkap Wakil Ketua DPRD Riau, Sunaryo, usai memimpin rapat pimpinan dewan dan pimpinan fraksi.
Politisi PAN Riau ini menyebutkan, hak angket dapat disampaikan kepada Pemprov Riau jika menurut aturan yang berlaku sudah memenuhi syarat-syarat yang sudah ditentukan.
"Itu kan mekanismenya, minimal ada 10 anggota Dewan yang mengajukan dengan mencantumkan poin-poin apa saja yang perlu dicantumkan," terang Sunaryo.
Kemudian, lanjut Mantan Wakil Walikota Dumai ini, hak angket yang diusulkan diserahkan kepada pimpinan dan setelah mendapat persetujuan diserahkan ke Banmus untuk menjadwalkan paripurna,
"Kemudian di paripurna itulah nanti kesepakatan anggota Dewan apakah akan dilanjutkan hak angket tersebut atau tidak,"jelas Sunaryo.
Salah satu inisiator hak angket dewan terhadap eskalasi ini adalah anggota Fraksi Demokrat, Asri Auzar. Ketika itu, ia menegaskan, hak angket akan terus dilanjutkan sampai persoalan penganggaran utang eskalasi itu terungkap semuanya.
"Kalau kita eskalasi ini harus terus dilanjutkan sampai semua selesai, Ibarat pepatah pantang pulang sebelum padam' Ini harus jelas semuanya kenapa anggaran yang tidak dianggarkan dewan itu bisa masuk," tegas Asri ketika itu. (rud)