JAKARTA (riaumandiri.co)-Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, kembali disinggung-singgung dalam kasus dugaan suap pembahasan Ranperda Reklamasi Teluk Jakarta. Hal itu setelah Komisi Pemberantasan Korupsi mengajukan permintaan pencegahan ke luar negeri terhadap Staf Khusus Ahok, yang bernama Sunny Tanuwidjaja.
Tidak hanya Sunny, dalam waktu bersamaan KPK juga mengajukan hal serupa terhadap Direktur PT Agung Sedayu Group, Richard Halim Kusuma.
"Untuk kepentingan penyidikan, pencegahan ke luar negeri terhadap dua orang ini (Sunny dan Richard) berkaitan dengan penanganan perkara suap Ranperda zonasi di DKI Jakarta,
Giliran " ujar Kepala Bagian Informasi dan Pemberitaan KPK, Priharsa Nugraha, Kamis (7/4).Dikatakan, cekal terhadap keduaya berlaku sejak Rabu (6/4) hingga enam bulan ke depan. Ia menyebut, pencegahan ditujukan agar jika sewaktu-waktu KPK membutuhkan keterangan, keduanya berada di Indonesia untuk diperiksa. Hal ini juga bertujuan untuk kepentingan analisis atas materi pembahasan dalam Raperda yang diduga diintervensi pihak swasta.
Saat ditanya apakah pencekalan terhadap Sunny sebagai dugaan adanya suap untuk Pemprov DKI Jakarta, Priharsa belum bersedia memberikan keterangan. Meski Sunny kerap dikaitkan sebagai perantara suap dari swasta.
"Sunny itu sebutannya staf khusus Gubernur DKI. Jadi saya tidak bilang dia adalah perwakilan dari pemerintah," ujar Priharsa.
Sebelumnya, KPK juga telah melakukan pencegahan terhadap Direktur Utama PT ASD Sugianto Kusuma alias Aguan dan dua pegawai PT Agung Podomoro Land Tbk bernama Geri dan Berlian.
Perkara suap dalam pembahasan raperda mencuat usai KPK melakukan operasi tangkap tangan terhadap Ketua Komisi D DPRD DKI Mohamad Sanusi, Kamis pekan lalu. Buntutnya Sanusi pun ditetapkan sebagai tersangka penerima suap. Uang tersebut diduga sebagai pelicin agar PT APL bisa mempengaruhi pembahasan dua raperda terkait Teluk Jakarta.
Dekat
Sementara itu, Ahok mengaku dekat dengan Sunny Tanuwidjaja. Bahkan, Sunny pernah diajaknya dalam pertemuan dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh.
Menurutnya, Sunny memang ingin mengerti soal kiprah Ahok di jagat politik negeri ini.
"Ya dia monitor saja. Dia mau tahu. Ke Bu Mega saya ajak si Sunny. Kan dia mau tahu. Saya sampaikan. Ketemu Pak Surya Paloh saya ajak supaya dia mau melihat bagaimana menghadapi orang," tuturnya bercerita.
Saat pertemuan dengan Megawati, Sunny sempat diminta menyingkir dulu oleh Megawati, karena Megawati ingin berbicara empat mata dengan Ahok.
Pertemuan itu digelar dalam rangka pembicaraan terkait Pilgub DKI 2017 mendatang. Akhirnya, Ahok tak jadi mendapat dukungan PDIP karena Ahok memilih jalur independen. Bahkan Megawati menilai Sunny-lah yang memengaruhi Ahok untuk menempuh jalur independen.
Sementara itu, Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI Jakarta Tuty Kusumawati, mengaku ditanya penyidik KPK tentang catatan Ahok dalam Rnaperda Reklamasi. Ahok sempat menuliskan disposisi 'gila' untuk DPRD DKI. Tuty diperiksa KPK sebagai saksi untuk tersangka Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (PT APL) Ariesman Widjaja
"Ya ada lah (soal reklamasi ditanyakan). Beberapa pertanyaan, yang sebagian juga teman-teman sudah tahu. Poin yang kita belum sepakat yang kemudian ada tulisan Pak Gubernur (Basuki T Purnama atau Ahok)," terangnya.
Tuty tak merinci tulisan Ahok yang mana yang ia maksud. Namun, belakangan sempat beredar catatan 'gila' yang ditulis Ahok di atas Ranperda tersebut.
DPRD mengajukan agar tambahan kontribusi 15 persen dari pengembang untuk Pemprov DKI diubah menjadi 5 persen saja. Setelah itu, pada tanggal 15 Februari 2016, Balegda DPRD DKI mengusulkan agar angka kontribusi 15 persen tidak dicantumkan dalam Ranperda, tapi di Peraturan Gubernur. Namun tim dari eksekutif menolaknya. Rapat pun ditunda. (bbs,cnn, dtc,
ral, sis)