Ukhuwah Islamiyah seyogyanya dapat mewujudkan solidaritas dan bekerjasama untuk membangun peradaban umat Islam. Tapi kenyatannya, umat Islam masih jauh dari nilai Islam yang ideal, karena itu konsep ukhuwah perlu diperkuat dan dikembangkan lebih lanjut.
Hal ini muncul dalam rapat komisi ukhuwah Islamiyah Majelis Ulama Indonesia, pertengahan Februari lalu. Maka muncullah ide, pemgembangan ukhuwah Islamiyah dimaksud. Yaitu satu upaya menjaga dan mengembangkan ukhuwah antar individu, kelompok dan organisasi.
Gagasan pokok adalah membuat pedoman pelaksanaan ukhuwah Islamiyah. Konsep pedoman tersebut dicermati dalam beberapa perspektif, yaitu pespektif keumatan dalam kerja sama, perspektif aktualisasi program kelembagaan dan perspektif budaya organisasi.
Lalu, dari jumlah deskripsi persoalan yang dinilai erat kaitannya dengan perlunya pedoman ukhuwah Islamiyah, kita hendak mengangkat budaya organisasi dalam memberlangsungkan ukhuwah Islamiyah.
Persfektif budaya organisasi dalam konteks Islam berkemajuan agaknya relevan.
Misalnya, kalau dilihat dari dua hal, pertam, mengokohkan persatuan. Kedua, meningkatkan peran dalam mengatasi persoalan keumatan pada umumnya. Jika dilihat kata ukhuwah darikata ikhwan, artinya saudara, kerabat, sahabat. Maka sebenarnya ukhuwah itu berarti persahabatan, perkauman dijalin oleh suatu nilai atau tradisi. Wadah solidaritas, persaudaraan itu dalam bentuk institusi organisasi.
Dengan kata lain nilai persamaan pandangan, kerelaan berkorban, direpsentasikan dalam persatuan yang kokoh.
Betapapun harus diakui dalam konteks sistem organisasi fungsi organisasi nilai, atau tradisi inilah menjadi penting. Ahli ilmu sosial telah mengembangkkannya. Memang perlu kita catat, ukhuwah Islamiyah bukan stop pada kelekatannya dengan pentingnya individu, namun juga ukhuwah antar oraganisasi Islam harus menjaga dan mengambangkan ukhuwah Islamiyah tersebut.
Misalnya perbedaan mazhab, perbedaan tentang penetapan hari raya. Tentang perbedaan pandangan politik, keputusan organisasi dengan demikian harus dijaga.
Kita dapat melihat penerapan organisasi oleh para ahli ilmu sosial. Mereka menamakannya budaya organisasi atau budaya korporasi yang dikembangkan dalam fungsi, pertama, attittude, yaitu sikap,cara atau sudut pandang dalam organisasi. Misalnya ukhuwaah mengambil posisi mendahulukan kepentingan bersama ketimbang kepentinga pribadi. Bisa juga sikap dalam mendahulukan manfaat dari yang bersifat mudaharat. Kedua, habbit atau kebiasaan. Yaitu perilaku yang kontinyu berkelanjutan.
Jadi satu organisasi selalu menjalan ketentuan dengan kontinyu. Misalnya habit dalam organisasi salin tabayyun, komunikasi intens. Menyebarkan informasi yang baik, nasehat kesabaran dan kebaikan. Ketiga thinking, yaitu sikap berpikir mujtahid. Ini perilaku pembelajaran, penalaran dan memahami tantangan. Keempat amal, yaitu kecenderungan kerja (action). Mau berusaha, mau berkeringat. Organisasi yang baik bila organisasai itu ada program aksi.
Rangkuman empat fungsi di atas akan menentukan wujud ukhuwah Islam yang berkemajuan itu. Dengan kata lain, tanpa sikap yang jelas, tanpa kebiasaan yang baik, tanpa kemaun belajar dan kemauan kerja, maka Islam yang berkemajuan sulit diraih.
Tujuannya sembari menekankan nilai hakiki, seperti ajaran bergantung dengan ajaran Allah, dan jangan berpecahbelah. Hadis menekankan orang beriman seperti sebatang tubuh, bila satu bagian sakit maka seluruh ikut merasakan sakit. Lalu konsep saling memaafkan, menjauhkan konflik Akhirnya, dengan meletakkan ukhuwah dalam persfektif keumatan, maka budaya organisasi dapat bisa menjadi sarana untuk mewujudkan ukhuwah Islamiyah. ***
Anggota Komisi Ukhuwah Islamiyah MUI periode 2015-2020