JAKARTA (HR)-Tidak mengejutkan ketika Aburizal Bakrie (Ical) terpilih aklamasi sebagai ketua umum Partai Golkar di Munas Bali. Namun perjalanan Ical kembali ke singgasana partai berlambang pohon beringin ini, belum sepenuhnya tuntas. Kini ia dihadang kubu Agung Laksono yang juga telah menyelesaikan Munas Golkar di Ancol, Jakarta, 5-7 Desember 2014.
Kedua kubu, Senin (8/12), juga sudah mendaftarkan kepengurusan mereka ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM). Pendaftaran ini bertujuan untuk mendapatkan legalitas yang sah dari pemerintah.
"Keduanya (kubu Ical dan Agung Laksono) sudah mendaftarkan kepengurusan. Namun dokumennya belum lengkap semua.
Dokumen Munas belum lengkap dua-duanya," kata Menkum HAM Yasonna Laoly, Senin (8/12).
Menurutnya, untuk mengkaji kepengurusan Golkar mana yang sah secara hukum, pihaknya akan membentuk tim khusus. "Saya akan bentuk tim khusus dari Ditjen Administrasi Hukum Umum (AHU) dan staf khusus saya untuk menganalisa data-data yang ada," ujarnya.
"Pemerintah tidak boleh diskriminatif. Tapi soal mana yang benar dan salah, nanti kami lihat," katanya.
Yasonna mengatakan yang nantinya menjadi dasar pertimbangan Kemenkumham adalah UU Parpol juga mengenai anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai. "Ketentuannya perundang-undangan AD/ART, kan jelas," katanya.
Politisi PDIP itu tidak bisa memastikan verifikasi berkas akan memakan waktu berapa lama. Pasalnya, mereka juga harus mengecek gugatan yang diajukan kubu Agung kepada kubu Ical ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jumat (5/12) lalu. "Kami lihat dulu. Ada gugatan dari kubu Mas Priyo," ujarnya.
Sama-sama Daftar
Priyo bersama Lawrence dan Agung mendaftarkan kepengurusan sekitar pukul 16.00 WIB sore kemarin. Sementara pada pagi harinya, kubu Aburizal Bakrie (Ical) telah lebih dulu mendaftarkan kepengurusannya.
Menurut Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Kemenkumham Harkristuti Harkrisnowo, pihaknya tidak akan mengambil keputusan sebelum PN Jakpus mengetok palu. Pihaknya akan menunggu putusan PN Jakpus sebelum menyikapi pendaftaran kepengurusan kubu Ical dan kubu Agung.
"Makanya kalau mereka menggugat ke pengadilan itu (putusannya) lebih pasti. Kalau Kemenkum HAM yang menentukan nanti dibilang intervensi partai," jelasnya.
Siap Ladeni
Di tempat terpisah, Waketum Golkar dari Kubu Agung, Priyo Budi Santoso mengatakan, gugatan itu didaftarkan dengan tujuan agar Munas Bali tak diakui pemerintah. "Kami telah melakukan langkah-langkah yang terbaik untuk memastikan dari aspek hukum," terangnya.
Dalam mengajukan gugatan itu, kubu Agung menyiapkan tim yang terdiri dari 100 orang pengacara untuk menghadapi Ical.
Menyikapi ini, Ketua DPP Golkar kubu Ical, Rambe Kamaruzzaman, menyatakan pihaknya siap meladeni. "Harus ada pembelaan masing-masing," ujarnya.
Rambe menilai perseteruan kedua kubu sulit didamaikan. Pasalnya, sejauh ini, kubu Agung Laksono juga semakin keras menentang Ical. "Ya, kalau masing-masing seperti ini bagaimana mau islah. Tapi, kita lihat nanti saja lah," sebut Ketua Komisi II DPR itu.
Rambe pun berharap agar Menkum HAM Yasonna Laoly bisa obyektif melihat perseteruan dua kubu. Bagaimana jika Menkum HAM mengesahkan kepengurusan kubu Agung? "Jangan berandai-andai. Kita kan berharap agar diputuskan sesuai putusan yang ada. Itu masing-masing kita harapkan ditentukan secara obyektif karena undang-undang mengatur itu," ujarnya.
Riau Kena Imbas
Sementara itu, kisruh dualisme di tubuh Golkar, juga ikut merembet ke Riau. Adalah mantan Bupati Indragiri Hilir, Indra Adnan, yang disebut menghadiri Munas kubu Agung di Ancol, belum lama ini. Dalam ajang itu, Indra disebut-sebut mengaku sebagai perwakilan DPD I Golkar Riau.
Aksi Indra itu pun dikecam Ketua DPD II Golkar Rohul, Suparman. "Indra tidak bosan mengacau di Riau. Sudahlah kalau tidak pengurus lagi jangan kacau Golkar di Riau," ujarnya.
Menurutnya, seluruh DPD I dan II Golkar Riau sudah sepakat mendukung Aburizal Bakrie sebagai ketua umum, sesuai AD/ART partai.
Suparman juga mengecam langkah Indra yang mengaku sebagai Ketua DPD I Partai Golkar Riau. Sedangkan semua pengurus sudah mengetahui, bahwa Golkar Riau saat ini dijabat Plt yakni Andi Rahman, yang juga Plt Gubri.
"Dia sudah tak pengurus lagi, jadi tak punya hak suara. Seharusnya dia juga memberikan contoh yang baik terhadap para junior. Jangan menghasut-hasut kader muda, itu tak baik untuk perkembangan partai," tegasnya.
Partai Baru
Terkait dualisme Partai Golkar tersebut, di mata pengamat politik Riau, Ronny Basista, jika dilihat dari legalitas sesuai dengan AD/ART Partai Golkar, itu sulit dibenarkan karena kedua kubu saling mengklaim mendapat dukungan mayoritas DPD I dan DPD II Golkar se-Indonesia.
"Pertanyaan yang sulit, saya rasa pengamat mana pun tidak ada yang dapat membenarkan kelompok yang mana. Serahkan ke pengadilan saja, nanti akan terbongkar siapa yang melanggar aturan," ujarnya.
Menurut Dosen Fisip Universitas Terbuka Pekanbaru ini, konflik golkar saat ini jelas merupakan konflik terbesar Golkar sepanjang sejarah partai itu berdiri. Sebab dua kelompok yang bertengkar sama-sama memiliki pengaruh yang kuat ke bawah.
Menurutnya, kisruh ini bisa berakibat tragis bagi Golkar, karena kelompok mana pun yang akhirnya dinyatakan kalah, bisa saja membuat partai baru, seperti yang sudah-sudah. Hal ini tentu saja akan merugikan Golkar, karena di partai ini banyak berhimpun kader-kader yang berkualitas.
Di mata guru besar Hukum Universitas Indonesia, Yusril Ihza Mahendra, Yasonna Laoly sebaiknya menunda pengesahan Golkar versi Agung Laksono maupun Aburizal Bakrie.
"Menkum HAM harus netral, berpikir dan bertindak legalistik dalam mengesahkan kepengurusan parpol," jelas Yusril dalam kicauannya di @Yusrilihza_Mhd, Senin kemarin.
Yusril juga menyampaikan bahwa Menkum HAM harus menjauhkan pertimbangan politik dalam mengesahkan kepengurusan partai. "Kalau ada dua kubu dalam kepengurusan hasil Munas yang berbeda, itu berarti ada konflik internal dalam partai yang bersangkutan," urainya.
Konflik internal, lanjut Yusril, harus diselesaikan oleh mekanisme internal partai melalui mahkamah partai yang dibentuk oleh partai yang bersangkutan.
"Kalau selesai oleh mahkamah partai, Menkum HAM bisa sahkan. Kalau tak selesai, Menkum HAM harus tunggu putusan inkracht pengadilan, mana pengurus yang sah, baru disahkan Menkum HAM. Yang jadi masalah adalah siapa yang memimpin partai selama konflik internal belum selesai sementara pengurus baru belum disahkan," urai dia.
"Saya berpendapat pengurus partai yang telah disahkan sebelum adanya konflik internal, dalam hal ini sebelum Munas Bali maupun Ancol. Sebab tidak mungkin kepemimpinan partai menjadi vakum karena pengurus baru belum disahkan Menkum HAM. Partai kan harus jalan terus," tutup Yusril. (rud, tci/dtc/rep)