Beruntung saja, KPPU berhasil menelisik adanya pelanggaran Pasal 5 UU Nomor 5 Tahun 1999 yang dilakukan sejumlah provider seluler di Indonesia. Pasal 5 itu berbunyi:
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama.
Setelah dilakukan pemeriksaan, pada 17 Juni 2008 KPPU memutuskan lima operator seluler bersalah dan menjatuhkan denda. Kelimanya adalah PT Excelkomindo Pratama yang didenda Rp25 miliar, PT Telekomunikasi Indonesia, didenda Rp18 miliar, PT Bakrie Telecom didenda Rp4 miliar, PT Mobile-8 Telecom didenda Rp5 miliar, dan PT Telekomunikasi Seluler didenda Rp25 miliar.
Sekjen Indonesia Telekomunikasi User Group (IDTUG), Muhammad Jumadi sangat mengapresiasi putusan Hakim MA terkait perkara ini. "Kita sangat mengapresiasi Hakim MA, karena ini bukti operator banyak merugikan pengguna dan operator harus segera membayar kerugian pengguna tersebut," tegas Jumadi, Kamis (3/3/2016).
Menurut Muhammad Jumadi, ini sebagai hal positif untuk masyarakat bahwa operator juga bisa salah dan pengguna harus cerdas agar tidak di bohongi operator untuk hal-hal yang lain.
Ia mengharapkan kedepannya operator jangan lagi berbuat kartel seperti itu yang merugikan pengguna, "Dan seharusnya regulator juga selalu mengawasi jangan tertidur tidak ada suaranya," kata Jumadi.
Seperti diketahui, SMS merupakan jasa nilai tambah dari layanan telekomunikasi seluler maupun FWA yang tidak bisa lagi dipisahkan dari layanan suara/voice. Untuk jasa ini, operator menerapkan tarif yang yang melakukan pengiriman SMS atau biasa dikenal dengan istilah Sender Keeps All (SKA).
Sementara, tarif SMS pada periode 1994-2004 adalah sama untuk semua operator off-net (lintas operator) maupun on-net (antar operator), yaitu sebesar Rp 350 untuk prabayar. Memasuki 2005, persaingan mulai muncul dengan membedakan tarif off-net (lintas operator) maupun on-net (antar operator).
Putusan yang tertuang dalam perkara Nomor 9 K/Pdt.Sus-KPPU/2016 itu diketuai hakim agung Syamsul Maarif. Putusan diketok pada 29 Februari 2016. Putusan MA ini menguatkan putusan yang pernah dikeluarkan KPPU pada Juni 2008 ***
Penulis : Syafri Ario