Penyalahgunaan narkoba semakin hari semakin memprihatinkan. Bukan hanya masyarakat sipil, aparat keamanan yang bertugas mencegah peredaraan justru terjerat dalam lingkaran barang terlarang itu. Narkoba telah masuk ke mana-mana: artis, hakim, profesional, polisi, masyarakat sipil, dan hampir seluruh komponen.
Temuan narkoba di Perumahan Kostrad membuktikan pula aparat penjaga kedaulatan dan keamanan demi tegaknya negara tak luput dari jerat narkoba. Genderang perang telah lama ditabuh. Mulai pemerintahan Megawati, SBY, hingga Joko Widodo keras menabuh peringatan untuk melawan peredaran narkoba.
Dari sanksi maksimal bagi pelaku yag terbukti sebagai pengedar, menolak grasi terpidana narkoba, membangun pusat rehabilitasi bagi pecandu, sampai eksekusi mati telah dijalankan. Terakhir delapan terpidana mati dieksekusi di Nusakambangan pada April 2015. Jajaran BNN juga gencar menggelar operasi dan penangkapan terhadap pelaku dan pengedar.
Apa hendak dikata, kasus narkoba terus saja terungkap dan semakin menjadi-jadi. Dibongkarnya lebih dari 100 kg sabu-sabu yang disimpan di mesin genset pada sebuah gudang mebel di Jepara menjadi tengara jaringan narkoba melakukan segala cara untuk masuk ke Indonesia. Hukuman maksimal bagi pelaku tak membuat jera. Temuan ratusan kilogram sabu di Jepara hanya kurang dari 10 bulan setelah eksekusi mati.
Padahal eksekusi itu membuat Indonesia menjadi sorotan dan kecaman dunia internasional. Badan Narkotika Nasional merilis pada 2014 sekitar 4,2 juta orang menggunakan narkoba dan 50 orang meninggal setiap hari karena narkoba.
Kerugian ekonomi dan sosial mencapai Rp 63 triliun per tahun. Sedikitnya 48 jaringan narkoba telah terlacak dan satu per satu diringkus. Sebanyak 60 orang yang divonis mati, di luar delapan yang telah dieksekusi, menunggu pelaksanaan eksekusi oleh jaksa. Namun, seperti mati satu tumbuh seribu, jaringan itu terus bermunculan, bahkan semakin menggila.
Narkoba tak lagi dalam bentuk pil, serbuk, atau lintingan, tetapi menjadi makanan kemasan seperti permen, brownies, dan kue kering. Jangkauan edar tak lagi terbatas karena pengedar memasarkan melalui jaringan. Masyarakat dari ekonomi terbatas hingga berlebihan, kaum tua, muda, bahkan para siswa pun gampang mendapatkannya.
Dari mana peredaran narkoba terbesar? Presiden Joko Widodo menduga 50 persen dari peredaran narkoba saat ini dikendalikan dari dalam lapas. Realitas itu sungguh ironis. Lembaga untuk menghukum pelaku agar jera atas perbuatannya justru menjadi rumah besar para bandar.
Kita tidak ingin bangsa ini hancur dan dikuasai mafioso. Negara tidak boleh lengah, masyarakat harus kuat melawan para gembong. Dibutuhkan komitmen antarelemen. Petinggi TNI telah membuka pintu Perumahan Kostrad untuk diperiksa. Jajaran kepolisian, eksekutif, wakil rakyat, dan semua komponen tak boleh kalah dari bandar narkoba. ***