Sebenarnya tahapan pemilihan kepala daerah di Provinsi Riau, khususnya di Kota Pekanbaru dan Kabupaten Kampar masih lama dan tahapannya baru akan diselenggarakan Mei 2016 mendatang.
Namun, gaung perebutan perauh partai politik sudah dilakukan oleh salah satu partai politik di Pekanbaru maupun Kabupaten Kampar.
Dari situlah sejumlah nama, mulai sosok yang baru berkecimpung di dunia politik hingga wajah-wajah lama ikut mempertaruh nasib dan mencari peruntungan moga moga bisa menang.
Diakui, persoalan pemilihan kepala daerah (Pilkada) bukanlah suatu permainan untung-untungan agar dapat dipinang ataupun bisa memenangkan pertarungan.
Bagaimanapun, Pilkada merupakan suatu pertarungan, selain memerlukan energi besar, juga dibutuhkan anggaran besar dalam menjalani tahapan-tahapan yang berliku-liku yang disertai pengeluaran yang tidak sedikit.
Bahkan, seseorang yang menyatakan siap dengan segala-galanya baik finansilan maupun kesiapan mental itu juga belum jaminan yang bersangkutan bakal mulus mencapai puncak yang sudah menjadi khayalannya sebelumnya.
Apalagi dalam proses Pilkada dibutuhkan kesiapan mental, terutama dalam menghadapi kejadian terburuk gagal menang dan hutang yang akan dihadapi akibat membiayai biaya proses tahapan yang telah dikeluarkan.
Bagi politisi yang sudah menghadapi dan mengikuti Pilkada pasti mengetahui bahwa dalam sistem ini dibutuhkan strategi intrik-intrik politik yang piawai. Karena bagaimanapun keikutsertaan seseorang sebagai calon tiak bisa hanya berdasarkan survey yang dilakukan sejumlah lembaga yang telah memberi angin segar kemenangan.
Ini belum termasuk harus menghadapi kepala daerah yang masih menjabat (incombent) yang notabene sudah membuat strategi kekuatan ataupun simpul-simpul hingga kepada lapisan yang terbawah.
Karena itu, sebelum calon melangkah lebih jauh sebaiknya mengkaji ulang sejauh mana tingkat popularitas dan elektabilitas di masyarakat. Wajar, masyarakat menginginkan seseorang ikut sebagai calon karena itu merupakan berkah bagi mereka dan beban bagi yang ikut.***