Artis Saipul Jamil ditangkap polisi karena diduga melecehkan seorang remaja pria. Sebelum ini, artis Indra Bekti juga dilaporkan melecehkan seorang pesohor pria lewat pembicaraan telepon yang cenderung ’mengarah’ ke seksualitas. Apa yang bisa kita maknai dari insiden-insiden ini? Suka atau tidak suka, kita tentu akan mengaitkannya dengan fenomena lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) yang belakangan mencuat ramai sebagai diskusi publik.
LGBT adalah bagian realistis dari kehidupan kita, setidak-tidaknya eksistensi itu telah terungkapkan secara verbal dengan simbol-simbol yang tak lagi ditutupi pada era teknologi komunikasi seperti sekarang. Fenomena penyimpangan orientasi seksual itu juga ada pada masa-masa jauh sebelum kehidupan modern saat ini, bahkan di zaman Nabi Luth sudah menjadi salah satu persoalan sosial serius di tengah kelaziman hidup bermasyarakat.
Di ranah akademik sempat terjadi polemik antara Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi M Nasir dengan sejumlah aktivis, setelah Menteri menyatakan keberatan LGBT masuk kampus. Dari sudut pandang agama, Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan sejumlah organisasi masyarakat Islam mengharamkan kampanye LGBT, termasuk aktivitas seksual mereka yang menimbulkan kemudaratan antara lain berupa penyakit berbahaya.
Kita menggarisbawahi pernyataan mantan ketua umum PBNU Hasyim Muzadi yang mengingatkan pentingnya upaya mencegah agar kelompok LGBT tidak memperbanyak populasi. Ada dua pesan penting dari pernyataan anggota Dewan Pertimbangan Presiden ini. Pertama, kampanye-kampanye tentang LGBT bertujuan komersial dengan memanfaatkan media massa. Kedua, mereka bergerak di bawah kemasan payung hak asasi manusia (HAM).
Melindungi warga merupakan kewajiban mutlak negara. Tidak boleh ada diskriminasi dari sekat ras, agama, golongan, termasuk yang minoritas seperti LGBT. Logikanya, tentu tidak ada keluarga yang mendorong anaknya menjalani penyimpangan orientasi seksual. Seorang anak, betapa pun berhak memilih jalan hidup seksual lantaran kondisikondisi biologis tertentu, pastilah awalnya diarahkan untuk menjadi anak dengan perkembangan normal.
Kampanye yang mengajak dan mengondisikan atmosfer determinatif untuk membangun tumbuhnya masyarakat LGBT, harus dihadapi secara preventif. Sikap preventif yang ditopang oleh kekuatan peran pemerintah itu, antara lain adalah menumbuhkan kehidupan dengan relasi keluarga kuat, interaksi sehat, serta pendidikan yang memberi daya, arah, dan spirit untuk menempuh kehidupan yang berkualitas, baik untuk individu maupun masyarakat. ***