PEKANBARU (riaumandiri.co)-Komisi C DPRD Riau menduga, banyak alat berat yang beroperasi di Riau, tidak membayar pajak. Jumlahnya diperkirakan mencapai ribuan. Akibatnya, negara diperkirakan merugi hingga puluhan miliar rupiah.
Hal itu diungkapkan Ketua Komisi C DPRD Riau, Aherson, usai kunjungan lapangan ke Pelalawan, Selasa (16/2).
Ribuan.
Ikut hadir dalam kunjungan lapangan itu sejumlah anggota Komisi C lainnya yakni Sekretaris Sewitri, Yulisman, Soniwati, Supriati dan Yulianti.
Dalam kunjungan itu, rombongan anggota Dewan didampingi Kepala UPT Pelalawan dari Dinas Pendapatn Daerah (Dispenda) Riau, Surya Candra.
Menurut Aherson, dari kunjungan itu, pihaknya menemukan indikasi banyak alat berat tersebut yang diduga tidak membayar pajak. Sehingga tidak tertutup kemungkinan, kondisi serupa juga terjadi di perusahaan lain.
"Diperkirakan ribuan alat berat yang beroperasi di Riau tidak membayar pajak. Salah satunya hasil temuan kami tadi, ratusan alat berat milik salah satu perusahaan tidak membayar pajak," ujarnya.
Dikatakan politisi Demokrat ini, kunjungan kerja tersebut dilakukan pihaknya dengan salah satu tujuannya untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD), khususnya pajak dari alat berat yang beroperasi di Riau.
Langkah ini dinilai perlu, mengingat PAD Riau dari sektor Dana Bagi Hasil (DBH) dipastikan akan turun. Khususnya dari sektor yang selama ini menjadi andalan Riau, yakni minyak bumi dan gas. Kondisi ini terjadi seiring dengan menurunnya harga minyak mentah di pasaran dunia.
Terkait temuan itu, Aherson mengatakan pihaknya akan memanggil seluruh pemilik alat berat di Riau, untuk diklarifikasi dan dimintai keterangan. "Sebelum melakukan pemanggilan perusahaan pemilik alat berat tersebut, kita akan data seluruhnya," ujar Aherson.
Puluhan Miliar
Sementara itu, Kepala UPT Pelalawan Dispenda Riau, Surya Candra, menjelaskan, jika ditotal, tunggakan pajak ribuan alat berat tersebut berpotensi merugikan negara hingga puluhan miliar rupiah. "Karena, untuk Satu unit alat berat itu pajaknya dari PPN dan PKB berkisar antara Rp3 hingga Rp10 juta per tahun," terang Surya.
Dibeberkannya, berdasarkan tinjauan pihaknya ke lapangan, banyak perusahaan pemilik alat berat yang diduga tidak memberikan data yang sebenarnya.
"Kita lihat dan dibandingkan dengan nomor seri alat berat PT CIS itu ada nomor 249. Berarti 249 unit milik mereka. Tapi yang dilaporkan hanya puluhan. Begitu juga, dengan PT WPP. Total di sana saja yang diperbaiki 80 unit, tapi mereka mengaku hanya punya 20 unit," beber Surya.
Surya menyebutkan, pihaknya sudah turun ke PT WPP pada 31 Agustus 2015 lalu, untuk melakukan pemeriksaan lapangan, berapa jumlah dan verifikasi di lapangan.
"Mereka tidak memberikan data sebenarnya berapa unit alat berat mereka. Yang dibayar di PEkanbaru 61 unit saja. Jadi, kita minta berapa sebenarnya alat berat yang mereka punya," ujar Surya. (rud)