PEKANBARU (riaumandiri.co)-Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Riau belum menahan M Guntur. Padahal kasus yang menjerat Kepala Bagian Tata Pemerintahan Sekretariat Daerah Provinsi Riau tersebut, telah berjalan hampir setahun.
Saat dikonfirmasi, Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejati Riau, menerangkan kalau Guntur yang terjerat kasus dugaan korupsi pengadaan lahan untuk embarkasi haji Provinsi Riau, masih kooperatif menjalani proses penyidikan yang dilakukan Penyidik Kejati Riau.
"Dia (M Guntur,red) masih kooperatif. Penyidik yang menilai masih banyak yang harus dilengkapi," ungkap Mukhzan kepada Haluan Riau di ruang kerjanya, Senin (15/2).
Lebih lanjut, Mukhzan menyebut saat ini Penyidik masih melakukan pemberkasan untuk selanjutkan dilimpahkan ke Jaksa Peneliti atau tahap I. Hal tersebut dilakukan seraya menunggu hasil audit penghitungan kerugian negara yang dilakukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Perwakilan Provinsi Riau.
BPKP Riau sendiri sebelumnya menyebut kalau telah merampungkan proses audit. Saat ini, auditor tengah menjalani tahapan berikutnya, yakni review oleh supervisor. Setelah itu baru kemudian dilaporkan secara resmi kepada Kepala BPKP Perwakilan Riau
"Belum turun (hasil audit BPKP ke Kejati Riau,red). Artinya, kita belum terima hasil auditnya. Kalau sudah diterima, Penyidik akan melakukan pemberkasan untuk ditahap I-kan, untuk diperiksa Jaksa Peneliti," lanjutnya.
Saat ditanya, apakah ada pihak lain yang akan mendampingi M Guntur sebagai tersangka, Mukhzan tidak menampiknya. Menurutnya, semua bisa terjadi tergantung alat bukti yang ditemukan Penyidik dalam proses penyidikan kasus ini.
"Penyidik masih mengumpulkan alat-alat bukti sehingga kasus ini lebih terangan, termasuk siapa-siapa yang dianggap bertanggungjawab dalam perkara tersebut," tegas Mukhzan.
Dalam kasus ini, Penyidik Pidsus Kejati Riau baru menetapkan M Guntur sebagai tersangka berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kajati Riau Nomor Print : - 04.a/N.4/ Fd.1/ 05/2015 tanggal 21 Mei 2015.
M Guntur diduga sebagai salah seorang pihak yang bertanggungjawab dalam perkara ini, dimana saat itu dia menjabat selaku Kepala Bagian Tata Pemerintahan Sekretariat Provinsi Riau.
Dugaan penyimpangan muncul pada saat pembebasan lahan. Harga tanah yang dibayarkan ternyata tidak berdasarkan kepada Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tahun berjalan, serta tidak berdasarkan pada harga nyata tanah di sekitar lokasi yang diganti rugi.
Ini sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Kepentingan Umum. Kasus ini bermula pada tahun 2012 lalu, saat Pemerintah Provinsi Riau melalui Biro Tata Pemerintahan mengalokasikan anggaran kegiatan pengadaan tanah untuk embarkasi haji lebih kurang sebesar Rp17 miliar lebih.(dod)