Sikap diam yang ditunjukkan Sekretaris Daerah Provinsi Riau terhadap permintaannya untuk memperoleh data-data realisasi penerima hibah dan bantuan sosial, dinilai Usman selaku penggugat adalah pengakangan terhadap UU Nomor 14/2008. Berikut petikan wawancaranya dengan Azan Mansyur, mahasiswa magang Haluan Riau.
Kami mendapat informasi Anda mengajukan sengketa informasi kepada KIP. Kenapa?
Begini! Permasalahan ini sebenarnya dimulai pada tahun 2014. Ketika itu kami meminta data realisasi penerima dana hibah dan bantuan sosial tahun 2012-2013, yang disampaikan secara terbuka. Namun setelah melalui proses pengajuan secara formal, sama sekali tak ada tanggapan dari Pemprov Riau atau TAPD sebagai Tim Anggaran Pemerintah Daerah.
Karena tidak mendapat jawaban atau tanggapan, maka sesuai dengan ketentuan UU Nomor 14/2008. Akhirnya kamipun mengajukan surat keberatan atas tidak ditanggapinya surat awal. Inilah prosedur yang harus kami lakukan.
Begitu tidak mendapat tanggapan, apa langkah yang anda lakukan?
Setelah mengikuti prosedur, lalu saya menyerahkan masalah ini kepada Komisi Informasi Provinsi (KIP) Riau, agar diselesaikan memlalui mediasi.
Bisakah Anda jelaskan prosesnya?
Pada mediasi pertama, sidang dilakukan di kantor KIP namun Sekdaprov tidak datang.
Kemudian sidang ditunda hingga minggu berikutnya, pada saat itu ternyata hanya dihadiri oleh kuasa hukum Sekdaprov saja. Dan yang bersangkutan mengaku tidak dapat membuat keputusan dari mediasi yang direkomendasi KIP untuk menyelesaikan pelapor dan terlapor,Kemudian tidak ada keputusan.
Apa upaya yang Anda lakukan?
Kemudian kami mengajukan Ajudifikasi dua kali dan mereka juga tidak datang untuk menghadiri sidang dan akhirnya sampai saat ini belum tahu, apakah sudah diputuskan oleh KIP atau belum.Karena saya belum mendapatkan informasinya itu.
Apa yang Anda lihat dari permasalahan ini?
Pertama, ketika dokumen yang saya minta tidak diberikan oleh pemerintah ataupun Sekda. Sekda sebagai kuasa pengguna anggaran sekaligus pejabat yang berwenang pengeluaran informasi dan dokumentasi, jelas telah mengangkangi UU Nomor 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik.
Yang kedua, pemerintah daerah telah mengabaikan. Maksudnya kita masyarakat Riau telah mengetahuo jika Plt Gubernur Riau telah menegaskan sikapnya beserta jajaran Pemprov Riau untuk transparansi.
Justru semangat ini tidak diikuti sikap Sekda, ini adalah kemunduran dalam kontek transparansi. Apalagi dokumen yang saya minta merupakan dokumen yang wajib diberikan, karena sesuai dengan ketentuan UU seperti informasi anggaran, informasi penerimaan Bansos itu masuk dalam kategori informasi yang bersifat berkala.
Pemerintah harus mengumumkan setiap tahun minimal sekali enam bulan paling cepat diumumkan di websitenya. Nah, buktinya sampai hari ini pemerintah tidak ada memberikan informasinya pada siapapun.
Maksud Anda?
Dengan diajukannya permohonan data tersebut kepada Pemprov, tentunya agar kita tahu realisasinya kepada siapa yang telah menerima bansos dan kegunaan bansos itu sendiri. Jika penerima Bansos itu sampai seribu maka belum tentu penerima mengambil semuanya dan kita ingin ketahui daftarnya sesuai atau tidak, sesuai dengan data yang telah di realisasikan.
Sekarang apa yang akan Anda lakukan?
Sampai saat ini saya masih menunggu keputusan hasil dari sidang yang telah saya ajukan. Pada hal sudah menjadi kewajiban untuk diumumkan sesuai dengan amanah perundang-undang. Sebetulnya, kalau sekda kita laporkan kepada penegak hukum, maka Sekda bisa kita penjarakan.
Tapi kita tidak memikirkan sampai hal itu, kita ingin kesadaran dari Sekda karena sebagai pejabat yang berwenang memiliki kedaulatan penuh untuk anggaran. Mau tidak mau harus terbuka terhadap masyarakat, yang kenyataan sampai sekarang tidak ada.(zan/msa)