JAKARTA (riaumandiri.co)-Silatnas PPP di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur, yang diinisiasi kubu Romahurmuzyi atau Romi, merekomendasikan digelarnya muktamar menuju islah.
Wasekjen PPP kubu Djan Faridz, Sudarto, mengkritik keputusan muktamar menuju islah. Ia berpendapat keputusan itu adalah kesalahan. "Sebab, pada hakekatnya kesepakatan untuk berdamai dalam penyelesaian suatu masalah adalah prinsip saling percaya yang dilandasi semangat moralitas," kata Wakil Sekjen PPP hasil Muktamar ke VIII Jakarta ini, Selasa (9/2).
Menurut Sudarto bukan tanpa sebab Romi mendaur ulang kebohongan-kebohongan dengan melakukan silatnas. Ia merasa, sumber prahara PPP adalah sikap Romi yang menolak muktamar islah sesuai Putusan MP No 49 Tahun 2014.
"Jadi sejak awal Romi sama sekali tidak punya itikad baik untuk islah," ucap dia.
Dalam Rapimnas PPP di Hotel Aryaduta (sebelum Muktamar Surabaya) Romi menyatakan, ketentuan AD Pasal 73 Ayat (1) adalah lex specialis. Sehingga hubungannya dengan Pasal 51 berlaku prinsip hukum lex specialis legi generali dan karena itu tidak ada bacaan lain kecuali Muktamar VIII harus dilaksanakan pada tahun 2015.
Kader PPP yang pernah menjadi pengurus DPW PPP Jawa Tengah ini juga menyayangkan sikap Romi cs yang senantiasa mencitrakan diri, seolah-olah kelompoknya yang didukung pemerintah.
Sikap ini berbahaya. "Karena tidak menghargai azas netralitas pemerintah sebagaimana yang dikemukakan oleh Presiden Joko Widodo maupun Menkumham dalam berbagai pertemuan," ucap dia.
Contoh nyatanya, setelah bertemu presiden di Istana beberapa waktu lalu, Romi cs langsung menggelar konferensi pers di Istana Negara, yang menyatakan Plt Ketum dijabat Emron Pangkapi dan Romi sebagai Sekjen.(rep/dar)