PEKANBARU (HR)-Sejumlah kalangan, termasuk Pengamat Hukum dan DPRD Kota Pekanbaru, mengkritik berjalannya program Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Rukun Warga (PMB-RW) tanpa memiliki payung hukum yang jelas. Pasalnya program ini dijalankan hanya dalam bentuk Peraturan Walikota (Perwako).
Seperti kritikan yang dilayangkan Pengamat Hukum, Mayandri Suzarman SH, yang juga Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Riau kepada wartawan menyayangkan sikap Pemko Pekanbaru yang masih saja melanjutkan program PMB-RW saat ini.
Dikatakannya, meski Ranperda PMB-RW yang diajukan Pemko untuk dibuat ada payung hukumnya dan pada akhirnya dikembalikan oleh Pansus DPRD Pekanbaru, karena dianggap perlu ditinjau kembali, Namun Pemko Pekanbaru menjalankan dengan bentuk Perwako.
"Untuk itu Pemko Pekanbaru segera menghentikan program ini, sampai ada dasar hukum yang yang betul-betul mengatur tentang itu," kata Mayandri ketika dikonfirmasi, Selasa (26/1).
Dikatakannya, apa yang dilakukan pemerintah jelas tidak ada dasar hukum yang bisa diajukan."Kita mengingatkan, jika perbuatan itu masuk merupakan tindakan illegal dan masuk tindak pidana korupsi karena sudah menggunakan uang negara tidak pada tempatnya. Selain itu, jika ini dilakukan
Perwako
berkepanjangan, kita khawatir timbul semacam perpecahan di tubuh masyarakat, karena masalah uang harus jelas pertanggung jawabannya dan aturannya pun jelas," jelas Mayandri.
Terkait meski ada penolakan pembuatan payung hukumnya terhadap program PMB RW dan dikembalikan DPRD Kota, terkesan program tersebut dipaksakan untuk dijalankan.
"Kita menduga adanya kepentingan pemko Pekanbaru, apalagi dekat pilkada 2017, Nah dikhawatirkan ini menjadi program pencitraan dalam bentuk bagi-bagi duit," ucap Mayandri.
Diungkapkan Mayandri lagi, apa yang dilakukan merupakan program pencitraan dan dilakukan dari penyalahgunaan wewenang yang bertentangan dengan Undang-undang.
"Oleh karena perlu bagi penegak hukum dalam hal ini kepolisiaan, kejaksaan dapat untuk segera melakukan audit dan investigasi terkait program PMB-RW yang akan dijalankan saat ini," tuturnya.
Mayandri juga mempertanyakan apakah perwako yang digunakan saat ini sebagai payung hukum program PMB RW dan bisa dijadikan payung hukumnya.
"Setiap uang negara yang keluar harus jelas pertanggungjawabannya, apalagi ini menyangkut uang negara," sebutnya.
Sementara itu Ketua Komisi I DPRD Kota Pekanbaru, Hotman Sitompul menilai, petunjuk teknis (juknis) tentang pelaksanaan Perwako No
44 tahun 2014 tentang PMBRW Kota Pekanbaru bertabrakan dengan aturan Peraturan Pemerintah (PP) No 70 Tahun 2012 tentang pengadaan barang/jasa pemerintah.
"Program kegiatan ini terus berjalan, padahal DPRD sudah melakukan penolakan dengan mengembalikan usulan Ranperda tersebut ke Pemko. Kalau kegiatan ini dilaksanakan jelas ini tidak punya tolak ukur, karena jabatan walikota habis 2017," ucap Hotman kepada wartawan, awal pekan ini.
Kembali dikatakan politisi PDI Perjuangan ini, bila di tahun 2016 program PMB-RW tetap dilaksanakan sementara tahun 2017 jabatan Walikota sudah habis, tolak ukur keberhasilan itu tidak ada.
Hal yang membuatnya heran, juknis tentang pelaksanaan PMB-RW ini justru menunjuk camat sebagai PPK dan Lurah sebagai PPTK. Namun, Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) tidak sesuai dengan pelaksanaan kegiatan infrastruktur tadi. Sebab, camat dan lurah bertugas melaksanakan kegiatan administrasi umum.***