Salah satu tindak pidana yang termasuk ke dalam extraordinary crime atau kejahatan luar biasa adalah korupsi. Bersama dengan terorisme dan narkotika, korupsi seharusnya menjadi musuh bersama, yang menimbulkan penderitaan yang besar bagi rakyat.
Seperti halnya terorisme, tindak pidana korupsi seharusnya juga dipandang sebagai tragedi besar bagi kemanusiaan. Segala lini kehidupan bisa hancur perlahan akibat pelaku oknum-oknum yang korup. Jika para pelaku teror memperjuangkan sebuah ideologi dengan cara anarkis, dengan rela membunuh atau menghalalkan segala cara untuk sebuah keyakinan. Koruptor pun bisa disebut sebagai teroris.
Para koruptor sesungguhnya adalah penjahat. Para koruptor adalah perampok, dan maling uang negara yang notabene uang rakyat.
Korban yang disebabkan oleh koruptor, sesungguhnya lebih besar daripada terorisme. Sebab, praktik korupsi menyebabkan banyaknya generasi tidak dapat menikmati pendidikan, bahkan untuk hidup tercukupi sandang pangannya saja mereka kesulitan. Koruptor lebih sadis daripada teroris, karena koruptor sanggup membuat teror yang efek ledakannya mampu melampaui ruang dan waktu, tidak terbatas pada hutan, laut atau udara, tidak terbatas sekarang dan masa yang akan datang.
Ledakan teror yang ditimbulkan oleh ulah para koruptor sangat dahsyat dan tak tertandingi.
Tindak pidana korupsi, juga bisa disebut sebagai pangkal penyebab terjadinya terorisme. Karena korupsi merajalela merampok harta negara yang pada akhirnya membuat rakyat menjadi miskin. Orang miskin dimungkinkan lebih mudah direkrut untuk menjadi pengebom bunuh diri. Dengan melihat dampak dasyat akibat korupsi, tentu saja kita miris bagaimana melihat perlakukan istimewa yang diberikan kepada koruptor.
Lihat saja, bagaimana Polisi ketika menangkap tersangka teroris dengan pengawalan yang sangat ketat, tangan diborgol dan muka ditutup dengan penutup kepala. Tetapi hal ini sangat kontras dengan perlakuan terhadap para koruptor. Para koruptor selalu kelihatan rapi dan dibentengi dengan sejumlah Pengacara. Ketika ada usulan adanya seragam bagi para koruptor, maka yang terjadi justru perdebatan sengit.
Ini menunjukan bahwa koruptor masih mempunyai daya tawar di negeri ini. Para koruptor kini masih bergentayangan di sekitar kita. Mereka masih hidup nyaman di gedung-gedung pemerintah yang berhawa sejuk. Kalaupun ada yang ketahuan dan kemudian diadili, hukumannya relatif ringan. Kembali ditekankan, sejatinya koruptor lebih berbahaya dari pelaku teror.
Pertanyaannya, kalau pelaku teror bisa dihukum bahkan ditembak mati sebagaimana yang dilakukan Polisi terhadap pelaku teror di Sarinah, Jakarta Pusat, mengapa para koruptor itu tidak diperlakukan dengan hal yang sama. ***